Palembang (ANTARA) - Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani berstatus terdakwa suap 16 paket proyek jalan meminta dibebaskan karena mengklaim tidak pernah menerima komitmen fee seperti yang tercantum dalam tuntutan JPU KPK.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ahmad Yani saat pembacaan pledoi atau nota pembelaan dalam persidangan telekonferensi di Pengadilan Tipikor Palembang yang dipimpin hakim ketua Erma Suharti di Palembang, Selasa.

Baca juga: KPK tangkap dua tersangka pengembangan kasus Bupati Muara Enim
Baca juga: KPK eksekusi terpidana penyuap bupati Muara Enim nonaktif

"Saya tidak pernah menyuruh Elfin meminta sejumlah fee atau sejumlah uang tersebut dan saya tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan saya selaku bupati seperti apa yang disebutkan dalam tuntutan JPU," ujar Ahmad Yani.

Ahmad Yani bersikukuh bahwa ia tidak mengetahui adanya 16 paket proyek yang diatur terdakwa Elfin yang selanjutnya dalam proses tender dimenangkan seluruhnya oleh terpidana Robi (kontraktor).

Ia juga menolak keterangan terdakwa Elfin bahwa dirinya memerintahkan Elfin untuk memberikan sejumlah uang kepada Kapolda Sumsel yang saat itu dijabat Irjen Pol Firly Bahuri, ia baru mengetahui peristiwa tersebut pasca diamankan KPK.

Bahkan pada saat proses penangkapannya para petugas KPK tidak membawa surat penangkapan, kata dia.

Selain komitmen fee proyek, Ahmad Yani menegaskan tidak pernah menerima mobil merek Lexus dan Tata serta sebidang tanah dari terpidana Robi, kedua mobil itu diklaimnya hanya sebatas meminjam.

Sehingga Ahamd Yani meminta dibebaskan karena merasa telah menjadi tumbal terdakwa Elfin MZ Muchtar dan terdakwa Robi Okta Pahlevi.

"Saya memohon kepada majelis hakim, mohon agar saya dipertimbangkan untuk dibebaskan, saya menyesal terlibat dalam perkara ini karena saya hanya jadi target terdakwa Robi dan Elfin," ungkap Ahmad Yani.

"Saya tidak pernah ada niatan untuk korupsi dan saya yakin hakim adalah wakil Allah sehingga saya akan terima apapun keputusan karena saya hanya butuh keadilan," tutup Yani.

Baca juga: Pengatur suap proyek jalan muara enim dituntut 4 tahun penjara

Sementara Penasehat Hukum terdakwa Ahamd Yani, Maqdir Ismail, menegaskan bahwa terdakwa tidak terbukti menerima sejumlah uang yang didakwa JPU KPK.

"Menurut kami klien kami (Ahmad Yani) menjadi target konspirasi Elfin dan Robi, bahwa kami juga melihat tuntutan JPU keliru dan tidak berdasarkan hukum sebagaimana fakta-fakta persidangan," ujar Maqdir.

Usai pembacaan pledoi, majelis hakim menunda persidangan dan akan dilanjutkan pada Selasa (5/5) dengan agenda vonis.

Sebelumnya Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim non-aktif dituntut tujuh tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp3,1 Miliar dalam perkara suap 16 paket proyek jalan senilai Rp130 Miliar pada 2019.

Ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp3,1 Miliar yang sudah digunakannya, jika tidak dibayarkan maka aset terdakwa dapat disita atau jika tidak mencukupi maka dikenai hukuman tambahan satu tahun penjara.

Ahmad Yani didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat ke 1 KUHP junto pasal 64 ayat 1 KUHP.


Baca juga: Ketua DPRD Muara Enim diduga terima suap proyek Rp3 miliar
Baca juga: Kronologi penangkapan Ketua DPRD Muara Enim Aries HB

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020