Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk mengusut kemungkinan adanya pembocoran putusan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sebesar Rp546,468 miliar, Djoko Tjandra, hingga terpidana melarikan diri ke Papua Nugini (PNG).
"Seharusnya diusut oleh Ketua MA, kalau ada pembocoran, ditindaklanjuti dan tidak ada kompromi dipecat dan namanya diumumkan kepada publik," kata Ketua KY, Busyro Muqoddas, di sela-sela acara media workshop di Cipayung, Bogor, Sabtu.
Seperti diketahui, Djoko Tjandra melarikan diri ke PNG pada 10 Juni 2009 melalui Bandara Halim Perdanakusuma atau satu hari sebelum putusan MA yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas terpidana Djoko Tjandra, pemilik PT Era Giat Prima (EGP) dan Syahril Sabirin, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 11 Juni 2009.
Dalam putusan MA, keduanya divonis masing-masing dengan dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.
Kemudian, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan pada Selasa (16/6) memanggil Djoko Tjandra namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan.
Kemudian kejaksaan melayangkan panggilan kedua agar Djoko memenuhi panggilan Kejari Jaksel pada Senin (22/6) mendatang.
Ketua KY menegaskan, persoalan tersebut harus dikoreksi oleh internal MA sendiri.
"Persoalannya harus segera dikoreksi oleh internal MA (kasus Djoko Tjandra)," katanya.
Terkait putusan terhadap Syahril Sabirin dan Djoko Tjandra dengan waktu yang berbeda hingga memudahkan Djoko Tjandra untuk melarikan diri, ia menyatakan MA sebagai lembaga publik berkewajiban untuk merespons dengan menjelaskan mengapa pengumumannya berbeda.
"Itu perlu dijelaskan," ujarnya.
Dikatakan, kalau MA tidak merespons perbedaan waktu pembacaan putusan kedua terpidana itu, akan membuat MA di posisi opini publik yang buruk. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009