Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Sri Edi Swasono menilai, usulan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk menghentikan sementara pengiriman TKI dan TKW terkesan lembaga itu kehabisan akal atas berbagai masalah yang dihadapi TKI itu di luar negeri.
"Banyaknya permasalahan yang dihadapi TKI dari dulu sampai sekarang membuktikan bahwa BNP2TKI kebobolan terus, " katanya di Jakarta, Sabtu.
Edi Swasono menyatakan hal itu ketika dimintai pendapatnya tentang reaksi daerah terhadap usulan BNP2TKI untuk menghentikan sementara pengiriman TKI dan TKW ke luar negeri.
Nasib TKW Indonesia di luar negeri, sambungnya, sungguh mendulang keprihatinan, mengingat banyak dari mereka yang menjadi korban tindak kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual, bahkan di antara TKW tersebut ada yang pulang tanpa nyawa.
Namun demikian, menurut Edi, usulan penghentian sementara pengiriman TKI merupakan kebijakan yang tidak pas.
"Yang perlu dilakukan adalah memperketat pengiriman TKI dan melarang pengiriman TKI yang tidak memenuhi syarat atau belum diberi pelatihan," katanya.
Lebih jauh Edi menyatakan para calon TKI perlu dilatih keterampilan minimal, kemampuan minimal berbahasa asing yang digunakan di negeri penempatan dan juga persiapan mental menghadapi majikan serta hak dan kewajibannya sebagai TKI.
"Ironisnya sejumlah pelatihan yang diberikan pada TKI belum memadai, tetapi mereka tetap diberangkatkan juga.Padahal TKI dan TKW bukan komoditi, dan jika mereka diberangkatkan ke luar negeri bukan sekedar karena memenuhi permintaan pasar namun aspek humanisme juga juga perlu diperhatikan," katanya.
Menurut dia, "PJTKI harus dituntut memberikan ganti rugi terhadap kecelakaan, penyiksaan, kesengsaraan yang diderita TKI dan TKW akibat perlakuan kasar majikan di luar negeri."
Paspor TKI dan TKW, katanya lagi, tidak boleh lagi diserahkan kepada majikan. Paspor mereka harus dikuasai oleh KBRI atau Konsulat Indonesia.
Konsulat Indonesia bisa meniru Pemerintah India dengan administrasi yang baik dapat dengan efektif melaksanakan larangan pengiriman TKW-nya yang belum berumur 40 tahun.
"TKI mereka di luar negeri selamat, karena Pemerintah India dan Pemerintah Pakistan memberlakukan tenaga kerja warga mereka sebagai manusia bermartabat," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
Kekurangan itu menyebabkan mereka sukar berkomunikasi dan menerima arahan majikan dan mencetuskan pelbagai masalah antara kedua-dua pihak.
Dengan kebanyakan pembantu rumah Indonesia yang dihantar ke Malaysia hanya berpendidikan sedemikian, ramai yang tidak pandai menulis dan membaca.
pembantu kelas lebih tinggi pula lebih suka bekerja di Hong Kong, Taiwan dan Arab Saudi yang menawarkan gaji lumayan.
Hentikan saja, tak apa.