Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan panitera dan hakim agung yang menangani perkara Djoko Tjandra, harus diperiksa guna mengetahui apakah ada pembocoran putusan hingga terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali dapat kabur ke Papua Nugini (PNG).

"Mahkamah Agung (MA) harus melakukan pemeriksaan terhadap panitera dan hakim agung yang menangani perkara Djoko Tjandra tersebut, apakah ada pembocoran rahasia negara (putusan)," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, di Jakarta, Jumat.

Terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sebesar Rp546,468 miliar, Djoko Tjandra, kabur ke Papua Nugini (PNG) dengan menggunakan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta pada 10 Juni 2009.

Atau keberangkatannya ke PNG itu, satu hari sebelum putusan dikabulkannya permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung) oleh Mahkamah Agung (MA), pada 11 Juni 2009.

Febri Diansyah menegaskan tidak mungkin kalau bukan pembocoran rahasia negara itu, Djoko Tjandra bisa kabur ke PNG."Tidak mungkin H-1 sebelum putus, Djoko Tjandra kabur," katanya.

Kendati demikian, ICW juga menyatakan kejaksaan seharusnya mencermati keberadaan semua terdakwa, apalagi bagi terdakwa yang sudah divonis.

"Dari catatan ICW, sebanyak 102 tersangka dan terdakwa yang kabur," katanya.

"Kejadian seperti ini (Djoko Tjandra) bukan yang pertamakalinya," katanya.

Sementara itu, pihak lembaga peradilan yang menangani Djoko Tjandra, baik Mahkamah Agung (MA) selaku yang memutuskan perkara tersebut dan Kejagung tidak mau memberikan komentar terkait kaburnya pemilik PT Era Giat Prima (EGP).

Juru Bicara (Jubir) MA, Hatta Ali, menyatakan, kepergian Djoko Tjandra ke PNG itu, sebelum diputusnya perkara permohonan peninjauan kembali (PK) oleh Kejagung terkait terdakwa Djoko Tjandra dan Syahril Sabirin, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI).

Ia mengelak jika ada pembocoran informasi putusan kepada Djoko Tjandra. "Dia kan berangkat satu hari sebelum keluarnya putusan," katanya.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, enggan menjawab soal adanya pembocoran putusan terkait kaburnya Djoko Tjandra tersebut.

"Jangan suudzon (curiga) dulu. Dia kan punya bisnis di Port Moresby, PNG, ada adiknya dan kakaknya di sana. Punya perusahaan namanya Papindo," katanya.

"Kita sudah cekal (Djoko Tjandra) sejak 11 Juni 2009," katanya.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Setia Untung Arimuladi, menyatakan, Djoko Tjandra berangkat ke PNG dengan menggunakan pesawat dari Bandara Halim Perdanakusumah pada 10 Juni 2009 pukul 20.00 WIB.

"Yang jelas kita punya data dengan menggunakan pesawat berangkat pukul 20.00 WIB," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009