Sungailiat, Bangka (ANTARA News) - Bahan bakar solar untuk nelayan mulai langka akibat kegiatan penambangan Tambang Inkonvensional (TI) Apung di wilayah pesisir pantai oleh sejumlah warga Sungailiat dan sekitarnya.

"Kalau kejadian ini tidak cepat diantisipasi, maka nelayan tradisional kita yang akan menjadi korban karena tidak bisa melaut akibat tidak mendapatkan bahan bakar solar", kata salah satu nelayan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Zainal, di Sungailiat, Kamis.

Ia mengatakan, untuk saat sekarang nelayan sudah mulai susah mendapatkan solar, dan kalaupun ada harus mengantri di Agen Premiun Minyak Solar (APMS) atau di Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang berada kawasan pelabuhan perikanan.

"Sebenarnya penjualan solar baik di APMS maupun di SPDN khusus diperuntukan bagi para nelayan, namun terkadang oleh oknum pengelola sengaja dijual oleh pihak penambang karena para penambang berani membeli solar dengan harga lebih mahal", katanya.

Dia mengatakan, kelangkaan solar juga pernah terjadi sekitar tiga tahun yang lalu, di mana kala itu untuk mendapatkan solar benar - benar sulit dan kalaupun ada harus bersaing dengan nelayan lain ataupun dengan para penambang.

"Harga solar bagi nelayan yang dijual pihak APMS Rp4.600 per liter sedangkan harga di SPDN Rp4.500 per liter, namun untuk harga eceran solar yang dijual untuk penambang sudah mencapai Rp.6.000 sampai Rp6.500 per liter", ujarnya.

Menurutnya, terkadang kalau nelayan tidak mendapatkan bagian dari APMS atau SPDN, terpaksa harus membeli dengan pengecer dengan harga yang jauh lebih mahal.

"Sebenarnya kalau solar subsidi ini disalurkan dengan tepat untuk nelayan, tidak dijual ke pihak penambangan biji Timah, maka para nelayan tidak mungkin kesulitan mendapatkan solar bersubsidi ", katanya.

Dari pantauan ANTARA di lokasi penjualan solar di APMS mau pun di SPDN pelabuhan perikanan, para nelayan mulai antre dengan memakai jerigen sejak pagi sampai siang hari.

Sementara pihak pengelola AMPS yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa, solar yang disuplai langsung dari Pertamina tetap dijual dengan nelayan.

"Masalah dipakai untuk menambang atau tidak saya sendiri tidak tahu, sebab setahu saya yang melakukan aktivitas TI Apung juga nelayan", katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009