Singapura (ANTARA) - Pemerintah Singapura dengan segera membangun tempat tidur untuk pasien virus corona di ruang pameran yang luas dan fasilitas sementara lainnya karena negara itu menghadapi lonjakan kasus, terutama diantara komunitas besar pekerja migran bergaji rendah.
Negara kecil berpenduduk 5,7 juta orang ini memiliki lebih dari 12.000 kasus yang dikonfirmasi dari virus yang menyebabkan COVID-19, salah satu yang terbesar di Asia, karena wabah menyebar di asrama-asrama sempit yang menampung lebih dari 300.000 pekerja terutama dari Asia Selatan.
Salah satu fasilitas semacam itu di Pusat Pameran Changi---tempat penyelenggaraan pertemuan dirgantara terbesar di Asia, Singapore Airshow---pada akhirnya dapat menampung lebih dari 4.000 pasien yang sembuh dari penyakit ini dan mereka yang memiliki gejala ringan.
"Seluruh proses pendirian infrastruktur memakan waktu enam hari," Joseph Tan, seorang anggota panitia penyelenggara untuk fasilitas sementara, mengatakan kepada Reuters dalam sebuah kunjungan.
Pasien pertama, terutama dari Bangladesh dan India, dipindahkan pada Sabtu (25/4) ke ruang konferensi yang luas yang dibagi-bagi menjadi kamar-kamar untuk delapan hingga 10 orang, dengan tempat tidur logam, laci penyimpanan plastik, dan kipas.
Singapura hanya mengikuti jejak China, India, Jepang, dan Pakistan di Asia untuk jumlah infeksi virus corona. Lebih dari 10.000 dari mereka yang terinfeksi, sekitar 80 persen dari totalnya, adalah pekerja asing, banyak diantaranya telah ditempatkan di "fasilitas isolasi" untuk orang-orang dengan gejala ringan seperti pusat-pusat konferensi.
Meskipun total kasusnya tinggi, Singapura telah melaporkan 12 kematian dan 24 orang dirawat di unit perawatan intensif.
Buruh muda di Singapura yang berasal dari luar negeri, hanya berpenghasilan 15 dolar Singapura per hari (sekitar Rp161 ribu), tinggal di asrama dengan ranjang susun di daerah yang jarang dikunjungi oleh wisatawan.
Banyak dari mereka berada di bawah aturan karantina yang diberlakukan pemerintah setempat karena wabah, dengan para pekerja dibiarkan berjuang melawan rasa takut yang terus-menerus atas risiko tertular virus.
Di pusat isolasi Changi yang baru, setiap kamar memiliki monitor tekanan darah dan peralatan medis lainnya bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sendiri tiga kali sehari, sementara robot yang dikendalikan dari jarak jauh menyediakan makanan dan layanan konferensi jarak jauh untuk mengurangi kontak.
Pihak berwenang juga sedang menguji coba anjing robot berkaki empat yang dibuat oleh Boston Dynamics di fasilitas itu, yang menurut mereka dapat digunakan untuk mengirimkan obat-obatan kepada pasien atau mengukur suhu tubuh mereka.
Ruangan bagian dalam dapat menampung 2.700 pasien, sementara perluasan luar ruang yang sedang berlangsung akan menambah 1.700 tempat tidur. Pusat konferensi terdekat bernama EXPO sudah menampung ratusan pasien COVID-19.
Sekitar 10.000 pekerja sehat dalam layanan penting telah dipindahkan dari asrama ke perumahan alternatif, termasuk kamp militer, ruang olahraga yang dikonversi, dan kapal akomodasi untuk pekerja lepas pantai, kata pihak berwenang.
Deretan gubuk putih juga dengan cepat dibangun di pelabuhan pengapalan Tanjong Pagar. Fasilitas itu dapat menampung hingga 15.000 pekerja asing, menurut laporan media lokal, tetapi pihak berwenang belum memutuskan bagaimana fasilitas itu akan digunakan.
"Kami terus mengeksplorasi ruang tambahan untuk berbagai alasan, termasuk fasilitas untuk kasus-kasus yang dicurigai atau pekerja yang terinfeksi, dan juga untuk pekerja yang sedang pulih atau yang sudah pulih sepenuhnya," kata juru bicara Kementerian Pembangunan Nasional dalam pernyataan surelnya, menambahkan bahwa situs Tanjong Pagar adalah bagian dari rencana itu.
Sumber: Reuters
Baca juga: Singapura laporkan 931 kasus baru corona, total jadi 13.624
Baca juga: WNI sembuh COVID-19 di Singapura terus bertambah
Baca juga: Singapura perpanjang karantina hingga 1 Juni karena infeksi melonjak
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020