Jakarta (ANTARA News) - Direktur Perhimpunan Peduli Indonesia (PPI) Agus Budi Prasetyohadi mengatakan, salah satu penentu pemilihan presiden 2009 selesai hanya dalam satu putaran adalah "silent majority" atau jutaan suara tak terpantau di media massa.

"Untuk itu, PPI mulai hari ini (18/6), kami akan menjangkau mereka (silent majority) untuk bersama-sama berjuang agar pilpres selesai satu putaran saja," katanya di Jakarta, Kamis sore, usai bersama belasan relawan di arena pekan Raya Jakarta (PRJ) membagikan undangan hadir di TPS tanggal 8 Juli 2008.

Para relawan memakai seragam dengan foto duet SBY-Boediono, lengkap dengan no 2. Tak lupa ada pula relawan yang berperan sebagai badut untuk menarik perhatian. Mereka menghampiri pengunjung PRJ di pintu masuk dan keluar, mengajak diskusi, membujuk dan memberikan atribut gerakan nasional "Setuju Satu Putaran Saja".

Menurut Agus, pihaknya mengerahkan relawan ke-7 provinsi terbesar di Indonesia: Jabar, Jateng, Jatim, Banten, DKI, Sulsel dan Sumut. Mereka diberi tugas untuk sosialisasi ide pilpres satu putaran melalali poster dan undangan. Wilayah yang didatangi, adalah lokasi dimana jumlah "swing votersnya" (pemilih yang masih ragu-ragu) itu paling potensial menjadi pendukung yang membuat gerakan satu putaran terealisasi.

"Kami menggunakan data survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) sebagai peta mobilisasi. Survei itu tak hanya menggambarkan peta dukungan sementara terhadap pasangan capres, tapi juga lokasi swing voters terbanyak," katanya.

Menanggapi Soal pro kontra kalangan elit politik mengenai gerakan satu putaran, menurut Agus, hal tersebut tidak akan signifikan mempengaruhi berhasil atau tidaknya gerakan satu putaran.

"Jumlah elit politik di negeri ini paling banyak 10.000 saja. Sementara jumlah pemilih lebih dari 170 juta dari aceh sampai Papua. Ribut-ribut satu putaran hanya terjadi di segmen yang kurang dari 0,01 persen saja dari seluruh pemilih," ujarnya.

Ia menyatakan tidak setuju dengan argumen bahwa gerakan satu putaran mereduksi demokrasi. Satu putaran atau dua putaran sama sama konstitusional. "Kedua pilihan itu sama sama demokratis, satu putaran tidak lebih demokratis daripada dua putaran. Begitu pula sebaliknya," tegasnya.

"Namun jika memang pilpres bisa selesai satu putaran itu jauh lebih baik bagi rakyat banyak. Anggaran bisa dihemat lebih dari Rp4 triliun di saat ekonomi sulit.
Ketidakpastian politik segera diatasi dan investor akan senang. Kabar terakhir, pelaku pasar modal lebih suka pilpres selesai satu putaran. Politik juga lebih cepat mengalami rekonsiliasi;" katanya.

Kendati demikian, kata Agus bahwa dari Perhimpunan Peduli Indonesia tak ingin masuk ke wacana intelektual itu, mengambil wilayah lain di luar komunitas intelektual dan politik. "Wilayah kami adalah the silent majority, rakyat banyak yang sebenarnya diuntungkan oleh pilpres satu putaran," katanya.(*)


Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009