Kami berharap ada perhatian dari pemerintah

Garut (ANTARA) - Pengelola Taman Satwa Cikembulan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mulai kesulitan dana untuk memenuhi kebutuhan pakan hewan dampak ditutupnya kunjungan wisatawan sejak COVID-19 melanda Indonesia sehingga berharap ada bantuan pemerintah.

"Bila kasus COVID-19 ini masih lama, kami benar-benar menyerah dan tidak sanggup bertahan lagi mengelola satwa negara, prediksi kami hanya dapat bertahan sampai bulan Juni 2020," kata Manager Operasional Lembaga Konservasi Taman Satwa Cikembulan, Rudy Arifin kepada wartawan di Garut, Minggu.

Ia menuturkan, Taman Satwa Cikembulan di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut seringkali banyak dikunjungi wisatawan, namun akhirnya ditutup bagi pengunjung sejak munculnya wabah COVID-19 awal Maret 2020.

Akibat penutupan itu, kata Rudy, tentu tidak ada pendapatan bagi pengelola untuk menambah biaya perawatan dan memenuhi kebutuhan pakan satwa setiap harinya, sementara tabungan yang tersedia tidak cukup banyak.

"Kami sudah sejak awal Maret tidak menerima pengunjung lagi, kami hanya mengandalkan tabungan yang ada, itu pun tidak banyak," kata Rudy.

Ia menyampaikan, kawasan konservasi Taman Satwa Cikembulan memiliki luas sekitar 5 hektar dengan jumlah koleksi satwa sebanyak 435 ekor, satwa itu termasuk dalam jenis mamalia, aves dan reptil dengan biaya yang harus dikeluarkan setiap bulan mencapai Rp220 juta.

Jenis satwa yang membutuhkan banyak dana untuk penyediaan pakan, kata Rudy, di antaranya macan tutul dengan jumlah lima ekor, harimau sumatera satu ekor, beruang madu satu ekor, dan singa afrika delapan ekor.

"Untuk makan macan tutul saja manajemen harus menagmbil kocek dalam-dalam sebesar Rp20 juta per bulan karena harus membeli pakan berupa daging untuk makan mereka," katanya.

Menurut dia, jika wabah COVID-19 terus berlangsung lama maka dipastikan banyak satwa di Taman Satwa Cikembulan terbengkalai pakannya.

Namun kondisi itu, kata dia, dapat teratasi apabila ada bantuan dan pihak lain untuk membantu memenuhi kebutuhan pakan satwa tersebut.

"Kami berharap ada perhatian dari pemerintah, karena satwa dilindungi yang ada di kami adalah milik pemerintah," kata Rudy.

Rudy mengungkapkan, selain berdampak pada kebutuhan pakan satwa, wabah COVID-19 ini menyebabkan jumlah karyawan harus dipangkas untuk mengurangi beban biaya operasional.

Karyawan yang sebelumnya sebanyak 30 orang, kaya Rudy, saat ini hanya mampu mempekerjakan 15 orang untuk menjaga keberlangsungan hidup satwa.

"Dalam kondisi seperti ini benar-benar membuat kami berpikir dan bekerja keras untuk bertahan, padahal selama situasi normal kami tidak pernah mengeluh mengenai biaya operasional untuk satwa," kata Rudy.

Baca juga: Ragunan ditutup, tapi perawatan satwa tetap normal
Baca juga: Satwa TSI Bogor tetap dapat perawatan meski tak terima pengunjung

Pewarta: Feri Purnama
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020