Jakarta (ANTARA News) - DPR bersama pemerintah sepakat untuk segera merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 14 tahun 2007 dan No. 48 tahun 2008 tentang penanggulangan lumpur Sidoarjo, Jatim.
"Revisi Perpres ini merupakan bentuk menyiapkan kebijakan yang adil mengatasi persoalan Lumpur Sidoarjo," kata Ketua Pansus Penanggulangan Lumpur Sidoarjo DPR-RI, Priyo Budi Santoso di Jakarta, Kamis, dalam Rapat Kerja dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Menurutnya, sesuai dengan kesepakatan pemerintah Lumpur Sidoarjo merupakan bencana alam serta tidak lagi menjadi tanggungjawab korporasi apalagi hal ini diperkuat dengan keputusan pengadilan.
Priyo mengatakan, pemerintah dan DPR berpegang kepada Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 27 November 2007 yang diperkuat dengan Keputusan Mahkamah Agung April 2009 yang menyatakan PT Lapindo Brantas tidak bersalah terhadap lumpur Sidoarjo.
Priyo mengatakan, harus ada kebijakan yang adil sampai sebatas mana tanggungjawab perusahaan dalam kasus ini, serta bagian mana yang menjadi tanggungjawab pemerintah dalam penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
Dia mencontohkan untuk ganti rugi masyarakat yang menjadi korban lumpur yang masuk dalam peta terdampak tetap menjadi kewajiban perusahaan, sementara di luar peta seharusnya menjadi kewajiban pemerintah.
Priyo mengatakan, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo harus memiliki payung hukum untuk mengambil alih kewajiban PT.Lapindo Brantas yang selama ini menanggulangi lumpur dan membuang ke Kali Porong.
"Selama ini Departemen Keuangan belum memutuskan anggarannya untuk membiayai penanggulangan lumpur yang sebenarnya sudah dikerjakan BPLS termasuk membuang lumpur ke Kali Porong," ujarnya.
Ketua Tim Pengarah BPLS, Bahtiar Chamsyah menawarkan dua solusi untuk penanggulangan lumpur Sidoarjo pertama harus ada revisi Perpres, sedangkan yang kedua, memberikan perintah kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk secara leg spesialis melaksanakan konsinyasi atas lahan korban lumpur.
Bahtiar mengatakan, kebijakan itu harus segera dikeluarkan untuk memberikan kepastian kepada masyarakat yang terkena korban lumpur serta baru mendapat 20 persen ganti rugi.
Minimal 50 persen baru masyarakat korban lumpur dapat membeli rumah setidaknya sebagai uang muka, sehingga revisi harus segera dikeluarkan agar 30 persen kekurangan dapat dibayarkan.
Sementara Dirjen Anggaran Departemen Keuangan, Ani Ratnawati mengatakan, sesuai dengan kebijakan anggaran dalam keadaan darurat pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada perusahaan.
Memang pihaknya dapat memberikan anggaran kepada BPLS tetapi tidak untuk menyalurkan lumpur ke Kali Porong karena Departemen Keuangan berpegang kepada Perpres penanggulangan Lumpur Sidoarjo dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum.
Terkait persoalan itu Panitia Khusus bersama pemerintah akan kembali menggelar rapat dalam waktu tiga hari ini, pemerintah akan membawakan draft usulan revisi Perpes yang menjadi solusi mengatasi persoalan lumpur Sidoarjo.
Keputusan MA yang sdh keluar menyatakan Lapindo terbukti tidak bersalah. Namun demikian Lapindo tetap berupaya utk menyelesaikan kewajiban sesuai Perpres 14 2006.
PT.Lapindo Brantas sendiri diperkirakan sudah menghabiskan biaya sampai Rp5 triliun hanya untuk menanggulangi lumpur Sidoarjo termasuk upaya awal yang direkomendasikan sejumlah ahli dan pemerintah tetapi tidak berhasil.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009