Keterangan tertulis para investor yang diperoleh di Jakarta, Kamis menyebutkan, para investor tesebut datang ke kantor Bareskrim Mabes Polri pada Rabu (17/6) dengan didampingi oleh kuasa hukum mereka yakni Rico Pandeirot dari OC Kaligis Associates.
Disebutkan, Rico Pandeirot juga mempertanyakan sejauh mana komitmen Polri dalam melacak dan mengejar aset-aset para pengurus WBG dan Dressel, termasuk upaya mendatangkan Danny Wong dari Amerika Serikat untuk diminta pertanggungjawabannya.
"Polisi mestinya bisa melacak aset-aset para terpidana, bukan hanya sampai pada barang bukti yang kini disita Kejati, tapi mencari kemungkinan di tempat lain, bahkan hingga keluar negeri," ujar Rico.
Menurut Rico, Mabes Polri harus mengembangkan penyidikan atas kasus investasi Dressel-WBG tersebut. Selain itu, Polisi juga harus bisa menelusuri aset-aset para terpidana dengan bekerja sama dengan pihak PPATK.
"Kalau perlu, aset keluarga terpidana ikut disita untuk pengembangan penyidikan," jelasnya.
Dalam pertemuan dengan Mabes Polri, para investor yang tergabung dalam CC juga ikut serta untuk mempertanyakan komitmen Mabes Polri dalam mengungkap kasus investasi Dressel-WBG yang sudah mandeg dari tahun 2007.
Kasus investasi Dressel sebenarnya sudah terkuak sejak Februari 2007. Nasabah menggugat bank asal Seattle, Regal Financial Bancorp Inc. dan Dressel Investment Ltd, lembaga investasi asal British Virgin Islands.
Sepanjang 2001-2007, melalui WBG, Dressel mengumpulkan dana sebesar 385 juta dolar AS dari nasabah di Indonesia. WBG menawarkan dua produk investasi, yakni Sportman Portfolio dan Global Market Portfolio (GMP) fund.
Dalam penawarannya, WBG mengatakan uang investor akan diinvestasikan di Hong Kong oleh Dressel. WBG meng iming-imingi investor dengan bunga 24 - 28 persen per tahun untuk investasi minimal 5.000 dolar AS untuk produk Sportman Portfolio dan 10.000 dolar untuuk produk GMP Fund.
WBG pun sukses menghimpun dana sekitar Rp 3,5 triliun dari sekitar 10.000 investor Indonesia.
Namun, ternyata investasi itu bodong. Belakangan nasabah tahu, dana mereka bukannya diinvestasikan, tapi dimainkan dalam skema ponzi. WBG pun akhirnya kolaps.
Ketiga direktur WBG yang sempat buron yaitu Direktur Utama PT WBG Krisno Abiyanto Soekarno, Direktur Operasional PT WBG Paimin Landung, dan Direktur Keuangan Thomas Aquino Ganang Rindarko bin Haryadi kini mendekam dalam penjara.
Pengadilan telah menyita beberapa aset dari para Dirut PT WBG, seperti uang sejumlah sekitar 2687 dolar dan beberapa aset barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Nilai aset yang disita itu tak lebih dari Rp. 5 miliar, sangat jauh dibandingkan dengan total kerugian para nasabah di seluruh Indonesia, yang mencapai Rp3,5 triliun.
Berdasarkan amar putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.67/PID/2008/PT.DKI tertanggal 22 April 2008, aset sitaan tersebut dikembalikan kepada korban melalui Crisis Center, namun hingga kini putusan tesebut belum juga dieksekusi.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009