Jakarta, (ANTARA News) - Ketua PB HMI periode 2003-2005, Hasanuddin, di Jakarta, Kamis, menilai, iklan `Pilpres Satu Putaran` sesungguhnya merupakan ekspresi kekhawatiran dan sikap takut kalah dari pembuatnya.

"Berbagai cara mau dipakai dan digunakan, termasuk dengan iklan seperti itu yang sama sekali jauh dari unsur pendidikan politik dan demokrasi bagi rakyat," katanya menanggapi kontroversi iklan `Pilpres Satu Putaran` yang dipublikasikan besar-besaran oleh Tim Sukses SBY-Boediono dengan menggunakan label lembaga survey tertentu.

Hasanuddin yang kini menjabat Direktur Pusat Studi Kinerja Kewaspadaan Nasional (Kinwanas) itu mengharapkan, agar semua pasangan Capres-Cawapres sebaiknya lebih menonjolkan gagasan kreatif bagi kemaslahatan umat, sekaligus siapkan mentalitas untuk kalah atau menang.

"Saya nilai pasangan Capres-Cawapres JK-Wiranto termasuk yang cukup siap mentalitasnya seperti itu," katanya.

Bagi Hasanuddin dkk dari lingkup HMI, ketidaksiapan untuk kalah pada Pilpres nanti harus diwaspadai, karena bisa menimbulkan keadaan politik nasional memburuk.

"Munculnya iklan itu, sebenarnya menambah beban SBY sendiri. Mestinya tim suksesnya menyiapkan konsep pidato yang bagus, tidak muluk-muluk, yang harus disiapkan agar bisa dibaca dari tempat satu ke tempat yang lain," katanya.

Urusan iklan `Pilpres Satu Putaran`, ditambah lagi terpancingnya SBY menyerang JK di beberapa kesempatan berpidato kampanye, menurutnya, semakin `memperburuk` suasana demokrasi kita.

"Lalu sekarang bagaimana ? Bagi kami, yang diperlukan adalah menyiapkan mentalitas SBY untuk bisa menerima kekalahan. Itu kelihatan sudah jadi barang biasa pada Megawati Soekarnoputri maupun JK. Mentalitas mereka cukup teruji menghadapi berbagai tantangan," ujarnya.

Hasanuddin juga mencermati kebiasaan SBY menyindir lawan-lawan politiknya di satu sisi, dan upayanya membuat kesan `didzalimi` atau `dikeroyok`.

"Ini semua terkesan merupakan ekspresi, atau tidak terlepas dari rendahnya kemampuan beliau untuk menjawab permasalahan sosial yang muncul. Seperti kasus TKI yang marak, kematian banyak prajurit akibat alutsista TNI yang buruk," ungkapnya.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009