Palu (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, di Palu, Sabtu, menyatakan virus corona jenis baru atau COVID-19 merupakan musuh bersama semua umat beragama.
"Corona tidak melihat latar belakang apapun termasuk agama. Karena itu, setiap individu, kelompok harus berupaya dan membantu pemerintah memutus mata rantai penyebaran COVID-19," ucap Ketua MUI Kota Palu, Prof Dr KH Zainal Abidin MAg.
KH Zainal Abidin mengatakan saat ini tantangan yang dihadapi bukan pada adanya perbedaan pandangan/pendapat keagamaan khususnya dari kalangan Islam mengenai tidak adanya shalat berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan yang merupakan dampak dari upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Tantangan utama adalah penyebaran virus corona jenis baru yang hingga saat ini tingkat penyebarannya terus meningkat.
Baca juga: Perempuan Sulteng dan upaya atasi pandemi COVID-19
Baca juga: MUI keluarkan fatwa zakat dapat dialokasikan untuk COVID-19
"Untuk apa kita memperdebatkan mengenai tidak adanya shalat berjamaah di masjid ? padahal itu bukan substansi dari masalah. Masalah utama yang dihadapi umat saat ini ialah adanya penyebaran COVID-19, bukan tidak adanya shalat berjamaah di masjid," ujarnya.
Karena, kata Rektor Pertama sekaligus Guru Besar Pemikiran Islam Modern IAIN Palu itu, jika wabah pandemi COVID-19 telah selesai, maka shalat berjamaah di masjid akan kembali dilaksanakan dan diadakan.
Olehnya, Prof Zainal yang merupakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng mengajak semua pihak dan tokoh-tokoh agama dari semua agama di Sulteng untuk bersatu memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
"Hanya dengan bekerjasama dengan baik antarsesama manusia, antar pemeluk agama, untuk memutus rantai penyebaran COVID-19, maka virus ini pasti akan bisa kita hentikan penyebarannya. Semua kembali kepada kita," katanya.
Prof Zainal yang juga Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat menyatakan kebijakan pemerintah dan anjuran MUI berkaitan dengan ibadah bulan ramadhan di tengah adanya pandemi COVID-19, sebagai upaya minimalisasi dampak penyebaran dan penularan.
"Jangan menunggu banyak yang tertular atau sudah terdampak banyak baru kita tunda berjamaah di masjid. Itu logika terbalik. Mestinya, sebelum banyak yang tertular, maka sudah ada anjuran dan kebijakan. Inilah langkah pencegahan. Nah, tokoh agama berperan untuk tindaklanjuti edaran MUI dan pemerintah," sebutnya.
Ia menambahkan bahwa kebersamaan menjadi kekuatan kita sebagai bangsa untuk melawan COVID-19.*
Baca juga: MUI: Puasa saat wabah COVID-19 tidak bisa diganti bayar fidyah
Baca juga: MUI: Tidak mudik sama dengan jihad kemanusiaan
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020