Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 120 ribu produsen pemerah susu sapi lokal yang tergabung dalam 95 koperasi primer susu di bawah naungan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) terancam bangkrut.
"Sudah banyak produsen susu yang menjual sapinya karena merasa usaha ini tidak lagi memberikan pendapatan yang layak," kata Direktur Operasional Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Rozak Astira, di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, ancaman gulung tikar itu semakin dekat ketika Industri Pengolah Susu (IPS) menekan harga pembelian susu lokal agar kembali diturunkan untuk kedua kalinya.
Sebelumnya, harga pembelian susu lokal sudah diturunkan per 1 Mei 2009 sebesar Rp150 per liter dan akan kembali diturunkan Rp150 per liter pada 1 Juli 2009. "Kami minta pemerintah jangan diam saja menghadapi kondisi seperti ini," katanya.
Pihaknya secara khusus meminta agar Bea Masuk (BM) susu impor dinaikkan dari yang kini lima persen menjadi setidaknya 15 persen.
"Kami hanya ingin balance jadi bea masuk susu impor itu idealnya 15 persen bukan 10 persen seperti yang sebelumnya kami usulkan," kata Rozak.
Hal itu mempertimbangkan kondisi saat ini yang meski BM susu impor telah dikembalikan pada angka 5 persen dari sebelumnya yang sempat nol persen pada Januari 2009, tetapi keputusan IPS untuk menekan harga pembelian susu lokal tetap berlaku.
Ia mengatakan, pihaknya menginginkan keseimbangan antara harga susu impor dan susu lokal agar terjadi level playing field yang seimbang.
Produsen susu impor pada masa lalu merasa lebih terlindungi lantaran ada kebijakan wajib serap industri pengolah susu namun kebijakan itu dihapus sejak 1998.
Soal kebijakan itu, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah akan melanjutkan atau tidak. Pemberlakuan kebijakan itu berpotensi mampu meningkatkan populasi di mana margin yang didapat produsen susu lokal tergolong cukup untuk menambah populasi sapi.
Saat ini tingkat penyerapan produksi susu lokal oleh industri mencapai 97 persen dari produktivitas susu rata-rata 1,2 juta hingga 1,3 juta liter per hari.
"Sekarang yang jadi persoalan sebenarnya adalah harga sehingga perlu ada upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan peternak," katanya.
Rozak mencontohkan, pemerintah sebaiknya memberikan subsidi pakan yang pernah menjadi kebijakan pada masa lalu. "Kalau perlu ada kerja sama dengan Perhutani untuk menyediakan lahan rumput meskipun nanti ada kompensasi di mana kita harus bayar, itu tidak menjadi masalah," katanya.
Harga bahan baku susu lokal sudah turun sebesar Rp150 per liter khususnya di Jawa Barat disusul per 1 Juni 2009 harga susu di Jawa Tengah akan naik Rp100 per liter. Harga akan kembali dikoreksi turun Rp150 per liter pada 1 Juli 2009. Pihaknya berharap setidaknya harga tetap stabil atau kembali ke harga sebelumnya berkisar Rp3.600-an.
Menurut dia, instrumen yang dapat diambil untuk memproteksi produsen susu lokal di antaranya penerapan bea masuk, opsi kebijakan wajib serap, meningkatkan kemampuan produsen susu lokal untuk mengolah susu atau diversifikasi produk.
"Diversifikasi perlu dilakukan, jadi SDM produsen harus diperkuat untuk bisa memproses sendiri dan pasar bisa diarahkan masuk program susu sekolah yang dipayungi pemerintah. Kan ada dana BOS dari Depdiknas yang bisa dimanfaatkan," katanya.
Upaya itu juga dinilai dapat mengurangi ketergantungan termasuk solusi agar industri susu tidak terlampau repot mengurus susu dari hulu ke hilir. Saat ini populasi sapi nasional sekitar 400.000 ekor dan cenderung mengalami stagnasi sejak 1998 hingga 2006. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009