"Selalu dibuat dikotomi, padahal pasar modern itu bukan musuh pasar tradisional. Akibatnya pasar tradisional tidak kunjung bersaing karena salah persepsi," kata Ketua Harian Aprindo, Tutum Rahanta ketika berkunjung ke Pasar Tiong Bahru, Singapura, Selasa.
Tutum melihat saat ini ada persepsi yang salah yang terus dipertahankan bahwa pasar tradisional kalah bersaing dengan pasar ritel modern.
Padahal belum tentu harga barang-barang yang dijual di pasar tradisional lebih mahal dibandingkan harga barang yang dijual di pasar ritel modern.
Dia melihat hal yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional adalah dengan mengelola pasar tradisional secara lebih profesional.
"Kalau saya yang mengelola, saya bisa mengelola seperti ini," kata Tutum Rahanta ketika menunjukkan pengelolaan Pasar Tiong Bahru, Singapura,.
Meskipun Pasar Tiong Bahru merupakan pasar tradisional, akan tetapi terlihat pasar tersebut seperti mal dengan kebersihan lingkungan yang terjaga dan tidak terlihat adanya tumpukan sampah, maka pengunjung pun nyaman untuk berbelanja.
Dia berpendapat untuk melihat keberhasilan pasar tradisional perlu ada keberpihakan dari pemerintah misalnya dengan memberikan harga sewa atau harga kios pasca renovasi kepada pedagang dengan harga yang terjangkau.
Seringkali pedagang pasar tradisional tidak mampu lagi menyewa kios di pasar tradisional yang telah direnovasi karena sangat mahal.
Selain itu, Tutum mengatakan dukungan pemerintah perlu diberikan pada pengelolaan pasar tradisional agar bisa setara dengan mal-mal misalnya dalam kebersihan pasar, dan kenyamanan pengunjung.
Salah satu pedagang pasar Tiong Bahru, Singapura yaitu Kai Hook Khoo yang membuka kios kelontong "Khoo" mengatakan menyewa kios dengan harga 250 dolar Singapura per bulannya dan mampu meraup untung 500 - 800 dolar Singapura.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009