Saya yakin data pasti berbeda dan tidak ada yang samaJakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Marwan Djafar menginginkan data mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi dampak dari COVID-19 betul-betul akurat, serta warga yang terkena PHK tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah.
"Saya yakin data pasti berbeda dan tidak ada yang sama, menteri satu dengan menteri lain beda, lembaga dengan lembaga juga beda, bahkan menteri dengan menkonya juga beda," kata Marwan Djafar dalam rilis di Jakarta, Jumat.
Baca juga: PKB beli ayam dari peternak dan bagikan ke korban PHK
Menurut politikus Fraksi PKB itu, bila datanya berbeda-beda, maka ke depannya dapat menjadi pertanyaan mengenai data mana yang akan digunakan pascapandemi ini.
Marwan juga menyampaikan bahwa selain usaha, sudah sangat banyak warga juga terdampak akibat tidak berjalannya industri saat ini sehingga banyak PHK sepihak yang dilakukan perusahaan.
Ia menegaskan masyarakat yang terkena PHK ini tidak sampai lepas dari tanggung jawab Pemerintah, sehingga harus didata secara menyeluruh hingga ketika pandemi selesai, investor kemudian masuk dan data tersebut bisa digunakan untuk prioritas.
Sebagaimana diwartakan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menginginkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat betul-betul dijaga agar tidak menambah jumlah kasus PHK.
Baca juga: Apindo ingin pemerintah jaga agar PSBB tidak tambah PHK
Apindo dalam keterangan tertulis yang ditandatangani oleh Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengharapkan pemerintah tetap mengedepankan dua kepentingan secara paralel, yaitu kepentingan pemutusan penyebaran COVID-19 dan kepentingan mempertahankan ekonomi agar mengurangi terjadinya PHK.
Ia mengemukakan bahwa penerapan PSBB penting untuk ditaati oleh seluruh pemangku kepentingan demi keselamatan masyarakat dalam skala luas, namun penerapan PSBB ini juga berpotensi mengakibatkan munculnya kerawanan sosial dari terhentinya aktvitas ekonomi riil.
"Berbagai jenis pusat perbelanjaan, pabrik atau perusahaan skala besar menengah dan kecil terhenti dan tidak mampu lagi memberikan gaji atau tunjangan kepada pekerjanya. Akibatnya pada jangka menengah nanti akan berpotensi memunculkan masalah baru yaitu stagnansi ekonomi, efek domino yang terjadi adalah munculnya pengangguran baru dan tidak terserapnya angkatan kerja dari fresh graduate," paparnya.
Baca juga: DPRD NTT: libatkan dunia usaha bantu karyawan terdampak COVID-19
Terkait dengan upaya menjaga kelangsungan ekonomi, Apindo melihat bahwa SE Kementerian Perindustrian Nomor 4 Tahun 2020 dan nomor 7 tahun 2020 sebagai salah satu opsi yang baik agar dunia usaha tidak serta merta terhenti mengingat kepentingan untuk tetap memberikan pekerjaan dan penghasilan bagi karyawan dan ekonomi secara makro.
Dalam operasionalisasi kebijakan Menteri Perindustrian tersebut, Apindo mendukung dan memberikan apresiasi dan sekaligus berkomitmen mendukung anggota yang dalam menjalankan operasionalisasi usahanya tetap wajib mengedepankan protokol kesehatan sesuai ketentuan dan peraturan.
Apindo juga menyosialisasikan kepada seluruh anggota untuk mengikuti dan mematuhi prosedur yang dikeluarkan Pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Menteri Perindustrian kepada Gubernur Bupati dan Wali kota seluruh Indonesia bernomor S/336/M-IND/IV/2020 menindaklanjuti Surat Menteri Perindustrian sebelumnya Nomor 7 tahun 2020 yang pada intinya Kementerian Perindustrian dapat memberikan izin operasional/mobilitas kegiatan industri dan dapat melakukan pencabutan apabila diketemukan pelanggaran terhadap protokol Kesehatan.
"Dalam hal stimulus untuk dukungan pertumbuhan ekonomi, Apindo sudah memohon kepada Bapak Presiden melalui surat bernomor 145/DPN/3.2.1/5C/IV/20 tertanggal 20 April 2020 tentang Rekomendasi yang pada intinya terkait dengan permohonan stimulus pajak dan restructuring hutang," ucapnya.
Apindo memberikan apresiasi kepada pemerintah dalam upayanya untuk menjaga kesehatan masyarakat dan ekonomi masyarakat agar tetap terjaga dengan baik.
Baca juga: Kemnaker: 2 juta lebih pekerja dirumahkan dan kena PHK akibat COVID-19
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020