Kuala Lumpur (ANTARA News) - Indonesia dan Malaysia memasuki babak baru dalam perjanjian udara karena telah mencapai beberapa kesepakatan di antaranya kesepakatan frekuensi penerbangan dan kapasitas angkutan udara komersial, hak lalu lintas penerbangan bebas kelima, angkutan kargo, dan tipe pesawat.
"Banyak kesepakatan yang dicapai dari perundingan angkutan udara Indonesia - Malaysia di Putrajaya, 9-10 Juni 2009," kata Atase Perhubungan KBRI Kuala Lumpur, Sahar Andika Putra di Kuala Lumpur, Selasa.
Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Angkutan Udara Tri S Sunoko dan delegasi Malaysia dipimpin Sekjen Kementerian Pengangkutan Zakaria. Dalam pertemuan itu hadir juga wakil-wakil operator penerbangan yakni Merpati, Sriwijaya Air, Cardig Air dan AirAsia Indonesia dan MAHB (Malaysian Airports Holding Bhd).
Rincian kesepakatan, lanjut Sahar, tentang frekuensi dan kapasitas angkutan penumpang ialah untuk rute utama adanya pembatasan frekuensi penerbangan yakni hanya 300 penerbangan per minggu untuk rute Kuala Lumpur - Jakarta (pp), Kuala Lumpur - Denpasar (pp), dan Kuala Lumpur - Surabaya.
"Malaysia meminta 400 penerbangan per minggu namun disepakati cuma 300 penerbangan saja," katanya.
Sedangkan untuk rute feeder (pengumpan) disepakati maksimum 200 frekuensi penerbangan per minggu misalkan untuk rute Kuala Lumpur-Padang, Kuala Lumpur-Medan atau Kuala Lumpur-Solo.
Fifth Freedom
Dari perundingan itu, Indonesia setuju memberikan fifth freedom traffic right atau hak lalu lintas bebas kelima kepada maskapai penerbangan Malaysia, 14 frekuensi per minggu, dari kota Jakarta, atau Denpasar, atau Makassar, dan Balikpapan ke Sydney, Melbourne, Brisbane dan Perth.
"Jadi maskapai penerbangan Malaysia bisa buat rute KLIA-Jakarta-Sydney atau KLIA-Denpasar-Perth. Maskapai penerbangan Malaysia bisa angkut penumpang dari Jakarta dan Denpasar," jelas Atase Perhubungan itu.
Sedangkan penerbangan Indonesia diberikan hak terbang fifth freedom traffic right oleh pemerintah Malaysia dari semua poin (Bandara) di Indonesia ke Kuala Lumpur, atau Kota Kinabalu, atau Kuching kemudian meneruskan penerbangan ke seluruh negara Asia, kecuali Jepang.
"Jadi penerbangan Indonesia bisa buat rute Jakarta-Kuala Lumpur-Jeddah, atau Jakarta-Kota Kinabalu-Beijing. Bisa terbang dan angkut penumpang dari KLIA, atau Kota Kinabalu, atau Kuching kemudian terus terbang lagi ke kota-kota di Asia, kecuali Jepang. Jatahnya hanya 36 penerbangan per minggu," katanya.
Selain itu, penerbangan Indonesia juga dapat terbang dari Indonesia ke KLIA, atau Kota Kinabalu, atau Kuching kemudian meneruskan penerbangan ke Eropa. Jatahnya hanya 14 penerbangan per minggu. Contohnya, penerbangan Indonesia bisa terbang, Denpasar-KLIA-Amsterdam.
Malaysia juga berikan hak penerbangan dari Indonesia ke KLIA, atau Kota Kinabalu, atau Kuching kemudian terbang lagi ke negara-negara Timur Tengah maksimal 21 frekuensi penerbangan per minggu.
"Kalau ke Amerika Serikat diberikan hak 14 penerbangan per minggu dari Indonesia ke KLIA, atau Kota Kinabalu, atau Kuching terus terbang lagi ke Amerika. Jadi nanti bisa dibuat rute Jakarta-Kuala Lumpur-Los Angeles," katanya.
Kesepakatan Indonesia-Malaysia di bidang penerbangan kargo, Indonesia memberikan angkutan kargo Malaysia tanpa batasan kapasitas, frekuensi dan tipe pesawat untuk rute Malaysia-Batam (pp), Malaysia-Jakarta (pp), Malaysia-Surabaya (pp), Malaysia-Balikpapan (pp).
Malaysia memberikan angkutan kargo Indonesia tanpa batasan kapasitas, frekuensi dan tipe pesawat untuk rute Indonesia-Kuala Lumpur (pp), Indonesia-Penang (pp), Indonesia-Johor Bahru (pp), dan Indonesia-Kota Kinabalu (pp).
Mengenai tipe pesawat, Indonesia-Malaysia sepakat menambah tipe pesawat baru yakni B-737-800 masuk dalam daftar yang diijinkan operasi. Sebelumnya tipe pesawat yang sudah diijinkan yakni Boeing 747-300, Airbus 330, Boeing 777, Boeing 757, Airbus 300-200, Boeing 737-900, Boeing 737-200/300/400/500, Boeing 727, MD82, Airbus 319, Fokker 28-1000/4000, BAE-146, ATR72, Fokker 27 dan BN-2.
"Hasil kesepakatan tersebut akan dituangkan dalam MOU yang akan ditandatangani kedua menteri perhubungan di Jakarta pada Agustus 2009," tambah Sahar.
Selain itu, dalam perundingan itu, pemerintah telah mencabut surat keputusan menteri dalam negerinya yang mewajibkan tenaga kerja Indonesia (TKI) menggunakan Malaysia Airlines (MAS) ke Malaysia dan akan memberikan perlakuan adil kepada maskapai penerbangan dua negara. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009