Jakarta (ANTARA News) - Tim eksekutor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan mendatangi kantor pusat Bank Permata untuk menyita barang bukti perkara Bank Bali berupa uang sebesar Rp546,468 miliar.
"Tim sudah melakukan penjajakan ke Bank Permata terkait barang bukti sebesar Rp546,468 miliar, pada Selasa (16/6) pagi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Jasman Pandjaitan, di Jakarta, Selasa.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kejagung untuk kasus perkara cessie (hak tagih) Bank Bali dengan terpidana Djoko Tjandra, pemilik PT Era Giat Prima (EGP), dan Syahril Sabirin, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI).
Keduanya divonis masing-masing dengan hukuman dua tahun penjara dan denda sebesar Rp15 juta.
Barang bukti berupa uang perkara yang dititipkan di rekening penampung Bank Permata sejumlah Rp546,468 miliar, dirampas untuk dikembalikan ke negara.
Kapuspenkum menyatakan tim eksekutor saat mendapangi kantor Bank Permata tersebut, membawa petikan petusan MA yang sudah diterima Kejagung pada Jumat (12/6).
"Uang itu harus dikembalikan kepada negara," katanya.
Seperti diketahui, kasus ini berawal pada kasus pengalihan cessie Bank Bali kepada PT Era Giat Prima (EGP) pada Januari 1999.
Perjanjian itu ditujukan untuk mencairkan piutang Bank Bali di tiga bank (BDNI, BUN dan Bank Bira) senilai Rp3 triliun. Namun yang bisa dicairkan oleh EGP (setelah diverifikasi BPPN-red) hanya sebesar Rp904 miliar dari nilai transaksi Rp1,27 triliun (di BDNI).
Pencairan piutang sebesar Rp904 miliar itu melibatkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang meminta BI melakukan pembayaran dana itu.
Kasus ini mencuat setelah muncul dugaan praktik suap dan korupsi dalam proses pencairan piutang tersebut.
Pada saat itu, Pande Lubis adalah Wakil Ketua BPPN, Syahril Sabirin menjabat Gubernur Bank Indonesia, dan Djoko Tjandra adalah pemilik EGP.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan membebaskan Djoko Tjandra pada 28 Agustus 2000.
Majelis juga menyatakan uang sebesar Rp546,46 miliar dikembalikan kepada perusahaan milik Djoko Tjandra, PT EGP. Sedangkan uang sebesar Rp28,75 juta dikembalikan kepada Djoko sebagai pribadi.
Atas putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi yang akhirnya ditolak oleh MA.
Tersangka kedua, Pande Lubis juga dibebaskan majelis hakim PN Jakarta Selatan pada 23 November 2000.
Namun demikian, pada tingkat kasasi, MA menganggap putusan itu salah dan mengganjar Pande empat tahun penjara. Putusan MA tersebut tidak membahas soal uang senilai RpRp546,46 miliar yang dijadikan barang bukti.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009