Denpasar (ANTARA News) - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung, Bali, Adi Arnawa mengakui, pengelola Hotel Aston Kuta, telah membongkar bagian bangunan hotelnya yang dinyatakan melanggar batas ketinggian.

Adi Arnawa saat dihubungi di Denpasar, Selasa menuturkan, Aston melakukan pembongkaran pada Senin (15/6) atas inisiatif sendiri setelah diberikan peringatan sebelumnya.

"Kami hanya melakukan pengawasan, sedangkan pelaksananya adalah pihak hotel sendiri," ujarnya.

Lebih jauh pihaknya juga memberikan peringatan agar pemilik Aston tidak lagi memfungsikan bagian bangunan paling atas hotel dengan 200 kamar itu, karena dianggap telah melanggar Perda nomor 3 tahun 2007 tentang Batas Ketinggian Bangunan.

"Sesuai Perda Batas Ketinggian Bangunan, maksimal hanya 15 meter, sementara di atas itu berarti melakukan pelanggaran dan harus diambil tindakan," katanya.

Namun demikian, dia juga menyatakan, Aston dinilainya cukup koperatif setelah menerima teguran dari Pemerintah Kabupaten Badung sebelumnya. Jika ada pengertian dari pihak-pihak yang melanggar maka pihaknya tidak perlu melakukan pembongkaran secara paksa.

Dia juga mengimbau, para pengusaha semestinya mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah, karena jika terjadi pembongkaran akibat pelanggaran dikhawatirkan akan mengganggu jalannya usaha yang bersangkutan dan proses investasi di Badung.

Persoalan batas maksimal ketinggian bangunan ini memang saat ini perlu mendapatkan kajian serius dari pelaksana pemerintahan dan legislatif, seperti di usulkan Majelis Madya Desa Pakraman Bali sebelumnya. Lembaga yang menaungi adat ini meminta aturan ini harus dibakukan dan tidak boleh ada posisi tawar.

Dalam sebuah pertemuan di DPRD Bali beberapa waktu lalu, Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) menganggap ketinggian bangunan di atas ketentuan maksimal 15 meter adalah pelanggaran karena melebihi ketinggian bangunan-bangunan suci yang ada di Bali.

Jika nantinya dalam pembahasan rancangan RTRW Bali ditemukan adanya pihak-pihak yang ingin merubah ketentuan itu, MUDP bersama seluruh desa adat akan tetap mempertahankan ketentuan itu dan meminta pihak legislatif menolaknya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009