Jakarta (ANTARA News) - PT PLN (Persero) diminta segera menghentikan praktik Biaya Pemasangan Solusi (BP Solusi) sebab dikhawatirkan melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 1985 tentang Ketenagalistrikan dan Kepmen Nomor 2038K/80 tahun 2001.
Kesimpulan itu diambil sesaat sebelum rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR dan jajaran direksi PT PLN (Persero) ditutup di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin malam.
"Komisi VII DPR meminta kepada PLN agar segera menghentikan dan tidak melanjutkan praktek penetapan biaya pasang dan BP Solusi karena dikhawatirkan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku," kata pimpinan rapat, Rapiudin Hamarun.
Perusahaan yang mengurusi listrik dalam negeri itu juga diminta mengkaji ulang pembebanan biaya kepada pelanggan termasuk biaya bank atau administrasi bank dari pelayanan yang diberikan kepada pengguna jasa.
Kemudian benar-benar memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, menertibkan praktek penetapan tarif listrik oleh swasta yang tidak sesuai peraturan.
"Meminta PLN mengumumkan pada masyarakat secara transparan mengenai tarif, biaya pasang serta biaya lain sesuai aturan berlaku dan Komisi VII DPR mendukun PLN mendapatkan perbaikan alokasi dana dari pemerintah," ujar Rapiudin.
Menanggapi hasil rapat tersebut Dirut PLN, Fahmi Mochtar bersedia mematuhi semua kesimpulan dalam rapat yang berlangsung hampir lima jam itu.
"Kami bersedia mamatuhi apa yang sudah kita simpulkan bersama pada malam hari ini," ujarnya.
Sebelumnya PLN memberlakukan tarif BP Solusi pada 15 Mei 2009 yang bertujuan untuk memberikan pilihan layanan kepada calon pelanggan baru dalam pemasangan instalasi listrik pada sejumlah daerah di tanah air.
Kebijakan itu juga diambil karena PLN tidak memiliki dana yang cukup untuk melayani pemasangan baru karena kebutuhan untuk investasi distribuasi Rp3,2 hingga Rp3,7 triliun per tahun, sedangkan dana yang tersedia hanya Rp1 triliun.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009