Jakarta (ANTARA News) - Calon wakil presiden Boediono yang mendapingi calon presiden incumbent, Susilo Bambang Yudhoyono, memaparkan pemikiran ekonominya dalam sebuah buku berjudul "Ekonomi Indonesia Mau Kemana?"
"Tulisan ini merupakan tulisan saya dari dulu. Buku ini bukan untuk kampanye melainkan sebagai bagian pencerahan dan mengajak masyarakat untuk berpikir rasional dan jernih," katanya dalam kata sambutan diskusi bukunya di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin.
Pakar Ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut mengatakan dalam buku ini Boediono mengangkat tema Ekonomi Indonesia mau kemana, namun secara substansial dia menjelaskan mengenai hubungan negara dan pasar.
Dia juga menyadari bahwa di Indonesia keduanya masih belum sempurna baik itu pemerintah dan pasar.
Menurutnya "goverment failure" atau kesalahan kebijakan pemerintah akan lebih berbahaya daripada "market failure" atau kesalahan kebijakan pasar karena kesalahan kebijakan pasar masih bisa diubah kapan saja, sedangkan kesalahan kebijakan pemerintah baru bisa diperbaiki dalam jangka waktu setidaknya dalam waktu lima tahun.
Dalam bukunya, Boediono juga menekankan pentingnya konsistensi kebijakan mengenai minat para investor menanamkan modalnya di dalam negeri. Konsistensi kebijakan ini juga tergantung oleh sikap baik dari para pemimpin, politik, masyarakat dan individu, diharapkan kebijakan ini dapat berjalan secara berkesinambungan, tambah Faisal.
Saat ini, proses pembangunan Indonesia tidak ada yang melalui jalan pintas. Untuk mencapai tujuan, pemerintah tidak boleh menghalalkan segala cara.
Jika itu dilakukan, katanya, maka akan sama saja dengan mencabik-cabik peraturan yang ada dan memperparah institusi.
Toni Prasetianto yang juga dosen ekonomi di UGM mengatakan, dari kumpulan esai yang ditulis Boediono, semua orang yang belajar ekonomi pasti akan mencium bau neoliberal dalam tulisan ini, meski diperlukan kebijaksanaan dalam menerapkannya.
"Neoliberalisasi bukan sebuah dosa," kata Toni yang dalam kesempatan itu juga menjadi pembicara.
Toni mencontohkan kebijakan ekonomi sebagai sebuah resep obat yang jika penggunaannya tidak pada waktunya dan melebihi dosis yang seharusnya akan menimbulkan kontraindikasi.
Ia juga menegaskan bahwa privatisasi BUMN tidak salah asalkan memungkinkan, selain privatisasi juga mendorong pemerintah untuk menjadi lebih transparan .
"Pak Boed juga mengajak untuk memberikan sebuah keteladanan untuk menciptakan terjadinya good governance" katanya.
Toni menambahakan untuk menciptakan "good governance" diperlukan keteladanan dari para pemimpinnya agar bisa diikuti dan menjadi panutan masyarakat.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009