Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Bulyan Royan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus dugaan suap pengadaan kapal patroli.
"Alasan pengajuan PK ini karena kami melihat ada kesalahan majelis hakim dalam memutus perkara," kata Sapriyanto Refa, kuasa hukum Bulyan setelah membacakan permohonan PK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.
Majelis hakim menghukum Bulyan Royan enam tahun penjara karena menganggap Bulyan terbukti menerima suap dalam proses pengadaan kapal patroli di Departemen Perhubungan.
Sapriyanto Refa menyatakan keputusan majelis hakim itu bertentangan dengan fakta yang ada.
Dia menegaskan, pemberian kepada Bulyan bukan suap karena sebagai anggota DPR, Bulyan tidak terlibat langsung dalam proyek pengadaan kapal patroli.
Selain itu, Sapriyanto menyatakan, keputusan majelis hakim yang meminta Bulyan mengembalikan uang Rp2 miliar merupakan keputusan yang keliru.
Sapriyanto menjelaskan, uang Rp2 miliar berasal dari pengusaha yang belum menjadi rekanan pengadaan kapal patroli, sehingga Bulyan tidak wajib mengembalikannya.
Kemudian, Bulyan menerima uang tersebut sebelum pengesahan APBN 2008.
"Sehingga jelas itu bukan uang negara," kata Sapriyanto Refa.
Dalam permohonan PK, Sapriyanto juga menyatakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutus perkara berdasar berkas perkara yang cacat hukum.
Menurut dia, tim penuntut telah menambahkan pasal 17 dan pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada berkas tuntutan. Padahal, pasal tersebut tidak terdapat pada surat dakwaan.
Sapriyanto menganggap hal itu sebagai kesalahan hukum karena berdasar KUHAP, perubahan pasal hanya bisa dilakukan terhadap surat dakwaan.
Majelis hakim yang diketuai oleh Martini Marja menunda sidang tersebut. Rencananya, sidang akan dilanjutkan pada 22 Juni 2009 dengan agenda jawaban dari tim penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009