Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR RI, Theo L Sambuaga, di Jakarta, Senin, menyatakan, seharusnya pimpinan pemerintahan sekarang jangan saling klaim paling berjasa, terutama terkait proses perdamain Aceh yang kini disorot publik.

"Tidak elok saling klaim siapa yang paling berjasa soal perundingan damai Helsinki tentang Aceh itu. Sebab yang jelas itu adalah keberhasilan Pemerintah SBY dengan Wapresnya JK. Itu keberhasilan Pemerintah," tegasnya kepada ANTARA.

Klaim Jusuf Kalla dalam proses perdamaian Aceh ditanggapi keras oleh sejumlah anggota Tim Pemenangan SBY-Boediono di berbagai media di Jakarta.

"Kita harus paham, bahwa `Memorandum of Understanding` (MoU) Helsinki itu terjadi setelah melalui proses yang cukup panjang dari awal Januari 2005 sampai akhirnya ditandatangani pada bulan Agustus di Helsinki," ungkapnya.

Selaku pimpinan komisi yang membidangi hubungan luar negeri dan pertahanan, Theo mengungkapkan, penandatanganan MoU Helsinki itu diwakili Hamid Awaluddin selaku Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).

"Jadi, beliau tampil sebagai Menkumham yang secara resmi mewakili Pemerintah RI. Sebelum itu, tim perunding adalah Menkumham, Menkominfo yang waktu itu Pak Sofjan Djalil dan Menko Polhukam Pak Widodo AS yang memang dikoordinasi oleh Wapres JK dari Jakarta, tetapi tanggungjawabnya tetap pada Presiden SBY," jelasnya lagi.

Politisi senior Partai Golkar ini menyebut presidenl secara umum dan keseluruhan bertangungjawab atas proses itu, sedangkan Wapres yang mengkoordinasikan sehari-hari.

Theo menilai, proses perdamaian Aceg dimulai di era pemerintahan Gus Dur dan Megawati ibu Mega, dimana ada `Jenewa Meeting`, `Tokyo Meeting` dan beberapa pertemuan lainnya.

Kemudian terjadi Tsunami pada 26 Desember 2004, di mana ini lebih mendorong kedua pihak untuk membicarakan proses damai, demikian Theo.

"Soal siapa yang menandatangani, itu soal pembagian tugas. Ingat, kami (DPR RI) juga beberapa kali dimintakan atau diajak bertemu guna menjelaskan bahwa proses perundingan Aceh itu betul-betul penyelesaian secara damai dan membangun Aceh sebagai bagian dari NKRI," ungkapnya.

Dalam setiap kali tampil di DPR RI, katanya, Pemerintah RI selalu dipimpin oleh Presiden SBY.

"Konsultasi dengan Komisi I, Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Dewan itu berlangsung beberapa kali. Karena waktu itu banyak pertanyaan, dan resistensi. Baik itu dari internal DPR RI, juga senior TNI dan kalangan lain.

Dan Pemerintah RI secara kompak menjelaskan dan meyakinkan ke publik melalui DPR RI bahwa perjanjian Helsinki adalah perjanjian secara bermartabat tentang masalah Aceh dalam membangun NAD dalam bingkai NKRI. Sejak itu, hilang wacana-wacana Aceh Merdeka dan lain-lain," ujar Theo. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009