Dalam kesaksiannya, Marsilam mengatakan, ia pernah menyampaikan dua hal kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni ketika ia menjabat Sekretaris Kabinet sudah menyampaikan surat kepada Menkum Ham mengenai adanya pajak yang tidak sesuai.
"Waktu itu saya lupa Menteri Hukum dan Ham apakah Baharudin Lopa atau Yusril Ihza Mahendra," kata Marsilam Simanjuntak saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Syahrial Sidik tentang siapa yang menjabat Menkum dan Ham saat itu.
Menurut Marsilam, ketika ia menjabat Menteri Kehakiman dan HAM, Sisminbakum sudah dilaksanakan secara total meskipun sisitem manual tetap dijalankan.
Selama sekitar enam atau tujuh minggu menjadi menteri yaitu sekitar Juni 2001, Marsilam mengeluarkan kebijakan agar pendaftaran manual administrasi badan hukum dipertahankan karena banyak dikeluhkan Ikatan Notaris Indonesia (INI).
"Proses manual tetap dilaksankan karena banyak keluhan dalam Sisiminbakum dari Ikatan Notaris Indonesia (INI)," kata Mantan Jaksa Agung tersebut.
Menurutnya, walaupun ia tidak melihat sendiri Sisminbakum itu sudah diberlakukan, namun dalam perjalanannya ada kemacetan mengingat Sisminbakum belum jelas cara-cara dan dasar pemungutan biaya akses sehingga tetap dilanjutkan dengan manual.
"Dua sistem jalan paralel kurang lebih berjalan selama satu tahun," katanya.
Selain Marsilam Simanjuntak, dalam persidangan yang menghadirkan terdakwa Romli Atmasasmita tersebut juga menghadirkan saksi Komisaris Utama PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Gerald Yakobus, Mantan Sekjen Depkum Ham Hasanudin dan mantan Sekretaris Ditjen AHU Aan Danu Giartono.
Dalam kasus dugaan korupsi Sisminbakum yang diperkirakan merugikan keuangan negara Rp400 miliar itu, telah ditetapkan tiga tersangka, yakni Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita (mantan Dirjen AHU), serta Syamsuddin Manan Sinaga (Dirjen AHU).
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009