Jakarta (ANTARA) - Presiden Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (The Japan Bank for International Cooperation - JBIC), Tadashi Maeda mengatakan tidak akan lagi memberikan pendanaan terhadap proyek PLTU batu bara.
Tadashi mencontohkan Indonesia sedang mencoba mendorong energi terbarukan. Namun, energi terbarukan adalah menurut dia tidak stabil untuk jenis yang bergantung pada kondisi cuaca. Oleh karena itu, JBIC menawarkan solusi untuk beralih ke pembangkit listrik termal LNG (liquefied natural gas), yang lebih sedikit CO2 (karbon dioksida) daripada tenaga batu bara, untuk mengimbangi.
“Saya akan mengatakan ini berulang kali, tetapi mulai sekarang, kami tidak akan menerima proyek untuk proyek PLTU batu bara baru. Namun, masih disalahpahami oleh publik bahwa saya berpegang teguh pada PLTU batu bara,“ katanya, dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Permintaan batu bara turun akibat COVID-19
Pernyataan JBIC ini keluar setelah sebelumnya dua raksasa pembiayaan dari Jepang, Mizuho dan Japan’s Sumitomo Mitsui Financial Group Inc (SMFG) juga menyatakan tidak lagi mendukung pembiayaan PLTU Batu Bara.
Mizuho menyatakan akan memangkas saldo kredit untuk sektor pembangkit listrik bertenaga batu bara sebesar 300 miliar yen atau setara 2,8 miliar dolar AS untuk proyek pembangkit listrik tenaga batubara pada tahun 2030 dan akan berhenti membiayai secara total pada 2050.
Langkah Mizuho, juga diikuti oleh Sumitomo Mitsui Financial Group Inc (SMFG) Jepang yang pada Kamis (16/4) menyatakan tidak akan lagi memberikan pinjaman kepada PLTU batu bara baru mulai 1 Mei mendatang.
Baca juga: Wabah, PLTU batu bara Indonesia diprediksi rugi 13,1 miliar dolar AS
Berdasarkan data yang dihimpun Antara, berikut beberapa project yang didanai JBIC di Indonesia 1. PLTU Cirebon 2 1x1000 MW, 2.PLTU Tanjung Jati B 2x1000 MW, 3. PLTU Kalselteng 2 2x100 MW, dan 4. PLTU Batang 2x1000MW
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Regional Pengkampanye Iklim dan Energi, Greenpeace SEA, Tata Mustasya mengatakan JBIC juga harus menghindari untuk beralih sementara ke LNG karena ini justru akan menghambat dan menunda transisi energi. Sementara kewajiban pemerintah Indonesia adalah menyediakan regulasi dan kebijakan yang mendukung investasi energi bersih dan terbarukan.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020