Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengatakan perempuan merupakan kekuatan bangsa, terutama dalam perang melawan pandemi COVID-19.
"Saya ingatkan kepada seluruh perempuan Indonesia, kita memiliki kekuatan untuk memerangi COVID-19," katanya dalam acara Webinar bertajuk Peran, Kesiapan, dan Ketahanan Perempuan dalam Perang Melawan COVID-19, Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan perempuan merupakan advokat bagi dirinya sendiri dan bagi hak-hak perempuan secara umum.
Saat ini Indonesia, kata dia, sedang dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam menangani pandemi COVID-19, baik dari segi kesehatan, sosial maupun segi ekonomi.
Baca juga: Menteri PPPA: Jadilah perempuan yang cerdas dan kritis
Di tengah pandemi tersebut, banyak pekerja perempuan harus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan akibat wabah yang melanda hampir seluruh dunia tersebut.
Pandemi COVID-19 saat ini juga semakin menyulitkan kondisi perempuan yang menjadi kepala keluarga dan perempuan prasejahtera karena usaha mereka terancam akibat kehilangan distributor atau pasar.
"Bahkan, jumlah nasabah program Mekaar PT. PNM (Persero) per 4 April 2020, mengalami penurunan dari 6,4 juta menjadi 4,4 juta nasabah. Padahal banyak di antara mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, bahkan harus menjadi kepala keluarga karena suaminya meninggal akibat pandemi ini,” katanya.
Selain itu, isu pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan juga menjadi tantangan tersendiri.
Baca juga: Menteri PPPA catat 94 perempuan dan 26 anak positif COVID-19
"Pada April 2020, ada sebanyak 4.144 orang PMI yang dipulangkan dari negara-negara terdampak COVID–19. Sebanyak 83 persen di antaranya merupakan perempuan. Masalah mulai timbul setelah mereka pulang ke Indonesia karena tidak semua PMI memiliki mata pencaharian,” ujar dia.
Lebih lanjut, Menteri Bintang mengatakan pendampingan dan pengasuhan anak selama Belajar di Rumah (BdR) juga memberikan beban ganda, khususnya bagi perempuan sebagai ibu yang juga bekerja.
Tingginya tingkat stres akibat kesulitan saat pandemi COVID-19 juga berpotensi melahirkan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya.
"Dilaporkan sebanyak 205 kasus KDRT dialami perempuan selama masa pandemi COVID-19 menurut Data SIMFONI PPA, pada 23 April 2020," katanya.
Untuk menangani berbagai tantangan ini, diperlukan intervensi yang tepat sasaran dan efektif diikuti dengan kerja sama semua pihak.
Untuk itu, Kemen PPPA berkoordinasi dan memfasilitasi maupun mengadvokasi Gugus Tugas Penanganan Percepatan COVID-19, kementerian atau lembaga yang terkait, Pemerintah Daerah, dunia usaha, media massa maupun masyarakat dalam menjamin perlindungan terhadap perempuan dan anak pada masa pandemi COVID-19.
Upaya Kemen PPPA untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut adalah dengan menginisiasi Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Berjarak) yang memiliki 10 aksi, serta melibatkan 5 pokja yang secara intens berkoordinasi dengan Dinas PPPA di seluruh Indonesia.
Selain itu, Kemen PPPA juga membangun kerja sama dengan berbagai lembaga pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk mengetahui dan mendata kondisi perempuan dan anak di akar rumput, baik di bidang ekonomi, kesehatan, maupun sosial.
Terkait pencegahan, Kemen PPPA telah menyusun materi edukasi tentang perlindungan perempuan dan anak maupun keluarga yang kemudian disebarluaskan melalui media sosial, serta mobil dan motor perlindungan (molin dan torlin) ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Baca juga: Menteri PPPA: Hari Kartini momentum kenang kiprah perjuangan perempuan
Baca juga: Menteri PPPA sebut perempuan-anak semakin rentan karena COVID-19
Baca juga: Menteri PPPA dukung KPPI targetkan 30 persen perempuan penuhi parlemen
Pewarta: Katriana
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020