Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menginginkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat betul-betul dijaga agar tidak menambah jumlah fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah-tengah masyarakat.
Apindo dalam keterangan tertulis yang ditandatangani oleh Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani, yang diterima di Jakarta, Jumat, mengharapkan pemerintah tetap mengedepankan dua kepentingan secara paralel, yaitu kepentingan pemutusan penyebaran COVID-19 dan kepentingan mempertahankan ekonomi agar mengurangi terjadinya pemutusan hubungan kerja.
Ia mengemukakan bahwa penerapan PSBB penting untuk ditaati oleh seluruh pemangku kepentingan demi keselamatan masyarakat dalam skala luas, namun penerapan PSBB ini juga berpotensi mengakibatkan munculnya kerawanan sosial dari terhentinya aktifitas ekonomi riil.
Baca juga: Mulai sulit menggaji, pengusaha minta keluarkan kebijakan khusus THR
"Berbagai jenis pusat perbelanjaan, pabrik atau perusahaan skala besar menengah dan kecil terhenti dan tidak mampu lagi memberikan gaji atau tunjangan kepada pekerjanya. Akibatnya pada jangka menengah nanti akan berpotensi memunculkan masalah baru yaitu stagnansi ekonomi, efek domino yang terjadi adalah munculnya penggangguran baru dan tidak terserapnya angkatan kerja dari fresh graduate," paparnya.
Terkait dengan upaya menjaga kelangsungan ekonomi, Apindo melihat bahwa SE Kementerian Perindustrian nomor 4 tahun 2020 dan nomor 7 tahun 2020 sebagai salah satu opsi yang baik agar dunia usaha tidak serta merta terhenti mengingat kepentingan untuk tetap memberikan pekerjaan dan penghasilan bagi karyawan dan ekonomi secara makro.
Dalam operasionalisasi kebijakan Menteri Perindustrian tersebut, Apindo mendukung dan memberikan apresiasi dan sekaligus berkomitmen mendukung anggota yang dalam menjalankan operasionalisasi usahanya tetap wajib mengedepankan protocol kesehatan sesuai ketentuan dan peraturan.
Baca juga: Perusahaan kecil di Bekasi terancam gulung tikar
Apindo juga mensosialisasikan kepada seluruh anggota untuk mengikuti dan mematuhi prosedur yang dikeluarkan pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Menteri Perindustrian kepada Gubernur Bupati dan Walikota seluruh Indonesia bernomor S/336/M-IND/IV/2020 menindaklanjuti Surat Menteri Perindustrian sebelumnya Nomor 7 tahun 2020 yang pada intinya Kementerian Perindustrian dapat memberikan ijin operasional/mobilitas kegiatan industri dan dapat melakukan pencabutan apabila diketemukan pelanggaran terhadap protokol Kesehatan.
"Dalam hal stimulus untuk dukungan pertumbuhan ekonomi, Apindo sudah memohon kepada Bapak Presiden melalui surat bernomor 145/DPN/3.2.1/5C/IV/20 tertanggal 20 April 2020 tentang Rekomendasi yang pada intinya terkait dengan permohonan stimulus pajak dan restructuring hutang," ucapnya.
Apindo memberikan apresiasi kepada pemerintah dalam upayanya untuk menjaga kesehatan masyarakat dan ekonomi masyarakat agar tetap terjaga dengan baik.
Sebagaimana diharapkan, Pemerintah berharap pemberian stimulus ekonomi terhadap sektor riil, salah satunya perluasan Pasal PPh 21 dapat mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Diharapkan dengan pemberian stimulus, misalnya pasal PPh 21 yang diperluas selama 6 bulan mampu menahan PHK," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (22/4).
Airlangga mengatakan dampak fiskal dari perluasan PPh 21 sekitar 15,7 triliun.
Dia menekankan sejumlah fasilitas yang diberikan Pemerintah diharapkan memberikan pelonggaran kepada dunia usaha untuk sebisa mungkin tidak melakukan PHK.
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan terus melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sejumlah insentif yang diberikan kepada kalangan dunia usaha, termasuk diantaranya relaksasi kredit.
Pemerintah ingin memastikan insentif yang diberikan benar-benar membuat usaha bertahan dan tidak melakukan PHK.
Manakala insentif berupa insentif menyebabkan kredit macet maka Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan akan membuat rambu-rambunya.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020