Bangkalan (ANTARA News) - Peresmian Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Rabu (10/6), terkesan "kejar tayang".

Hal tersebut disampaikan Koordinator Badan Silaturrahim Ulama
Madura (Basra), KH Imam Buchori Cholil, saat ditemui ANTARA di rumahnya, Jalan Halim Perdana Kusuma, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Sabtu.

"Saya rasa peresmian Jembatan Suramadu ini kejar tayang saja dan
diindikasi ada unsur politis," ungkap Imam.

Imam menjelaskan, hal itu terbukti sistem yang diberlakukan
jasa marga pada Jembatan Suramadu saat ini. Di mana jasa marga dengan seenaknya membuka dan menutup Jembatan Suramadu. Bahkan, saat melakukan penutupan beberapa waktu lalu tidak ada pemberitahuan sebelumnya.

Sehingga, lanjut dia, ada warga Madura yang terlanjur berada di Surabaya tidak bisa kembali lagi lewat Suramadu. Mereka tertahan di Surabaya , dan harus putar balik naik fery.

"Untung itu orangnya mempunyai uang, ketika ditutup Jembatan
Suramadu bisa membeli tiket fery. Jika tidak, kan kasihan mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli tiket fery," katanya.

Ia menambahkan, jika Jembatan Suramadu belum siap dioperasikan, sebaiknya jangan dulu diresmikan. Sehingga tidak akan timbul sistem buka dan tutup pada Jembatan Suramadu yang membingungkan masyarakat.

"Seharusnya, jika sudah selesai diresmikan jembatan tersebut
bisa langsung dipakai dan tidak ada namanya sistem buka dan tutup seperti sekarang ini," katanya.

Menurut Imam, kejadian tersebut tidak boleh terulang lagi
ke depan. Kalau pun memang mengharuskan menutup jembatan Suramadu karena kecepatan angin mencapai 40 knot per jam maka harus ada pemberitahuan sebelumnya.

Supaya masyarakat bisa memilih apakah naik fery atau enunggu sampai situasi angin normal kembali. Ia mengaku, soal tarif tidak ada masalah dengan catatan tidak hanya berlaku di awal saja, tapi seterusnya. Jika ada rencana kenaikan hasil dimusyawarahkan dengan berbagai pihak. (*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009