Jakarta (Antara) -– Sebagai komitmen Pemerintah terhadap pencapaian target pemerataan energi, Kementerian ESDM terus melakukan berbagai upaya perbaikan dan penyempurnaan guna mendorong percepatan pengembangan energi terbarukan. Pada Februari 2020 ini, Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Perubahan kedua kali atas peraturan terkait penyediaan tenaga listrik ini merupakan upaya penyempurnaan regulasi mengenai ketentuan mekanisme pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan sekaligus upaya untuk meningkatkan nilai keekonomian dari hasil pembangunan pembangkit tenaga listrik berbasis energi terbarukan.
Adapun lima pokok Perubahan Kedua Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 antaralain terkait dengan proses pembelian, skema kerja sama, pengaturan PLTA waduk/irigasi yang dibangun oleh Kementerian PUPR, penugasan PLTSa, dan penugasan pembelian tenaga listrik kepada PLN untuk pembangkit EBT yang pendanaannya dari hibah.
“Substansi utama dari revisi kedua ini adalah penambahan ketentuan yang mendukung investasi pada PLTA yang memanfaatkan waduk/bendungan atau saluran irigasi Kementerian PUPR serta penghapusan kewajiban Build Own Operate Transfer (BOOT) untuk semua jenis pembangkit EBT,” terang Direktur Aneka EBT, Harris hari ini (20/4) di kantornya.
Pembangkit listrik EBT yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 antara lain PLTS, PLTB, PLTP, PLTA, PLTBm, PLBg, PLT BBN, PLTA Laut, PLTA Waduk PUPR, PLT EBT Hibah. Pembelian tenaga listrik yang dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung adalah dari PLTA, PLTS, PLTB, PLTBm, PLTBg, PLTA Laut dan PLT BBN. Proses pemilihan langsung termasuk proses kualifikasi, pemasukan dan evaluasi penawaran, dan penandatanganan PJBL diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 180 hari kalender (tidak termasuk proses kualifikasi DPT).
Namun demikian, pembelian tenaga listrik dari beberapa pembangkit EBT tersebut dapat dilakukan melalui mekanisme penunjutkan langsung dengan syarat yang telah ditetapkan dalam Peraturan. Demikian pula untuk PLTA yang sudah memiliki izin yang berkaitan dengan lokasi dan PLTA waduk PUPR, PLTSa dan PLT EBT Hibah/anggaran pemerintah non-KESDM, pembelian tenaga listriknya dilakukan melalui penunjukan langsung. Proses penunjukan langsung termasuk proses kualifikasi, pemasukan dan evaluasi penawaran, dan penandatanganan PJBL diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender.
Terkait dengan kewajiban penggunaan skema kerjasama Build, Own, Operate (BOO), Permen ini tidak mengatur skema kerjasama. Pola kerjasama yang dilaksanakan berdasarkan kesepakatan para pihak. Sementara itu, sepanjang kedua belah pihak bersepakat dan dituangkan di dalam berita acara kesepakatan, maka pola kerja sama dalam PJBL dapat disesuaikan menjadi pola kerja sama BOO. Dalam hal terdapat perubahan harga, PLN mengajukan persetujuan harga kepada Menteri ESDM dan persetujuan Menteri ESDM menjadi dasar amandemen kontrak. Dalam hal tidak terjadi perubahan harga, PLN akan melapor kepada Menteri ESDM.
Harris menegaskan bahwa semua harga pembelian tenaga listrik memerlukan persetujuan Menteri ESDM dan persetujuan harga Pembangkit Listrik EBT semua kapasitas harus mendapat persetujuan Direksi PT PLN. Lebih lanjut Harris menjelaskan bahwa Permen ini tidak mengatur harga pembelian tenaga listrik untuk staging atau flat. Dalam hal harga menggunakan skema staging, maka harga pembelian tenaga listriknya adalah LCOE (Levelized Cost of Energy) dibandingkan dengan BPP. Harga pembelian tenaga listrik dari PLTA Waduk/bendungan/saluran irigasi yang dibangun oleh Kementerian PUPR berdasarkan kesepakatan para pihak dan wajib mendapat persetujuan Menteri ESDM.
“Proses pengadaan melalui pemilihan langsung yang saat ini berlangsung berdasarkan Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tetap dilanjutkan sesuai peraturan yang berlaku,” imbuhnya. “Kami berharap perubahan kedua kali dari Permen 50 dapat mengurangi hambatan-hambatan yang ada. Tentunya kami terbuka menerima masukan semua pihak demi tercapainya tujuan nasional, khususnya untuk pengembangan EBT ini,” tandas Harris.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020