Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan penyebab kegerahan yang meliputi sebagian daerah sepanjang April 2020, ketika beberapa daerah menghadapi peningkatan suhu maksimum menjadi 34 hingga 36 derajat Celsius lebih.
"Yang tertinggi tercatat mencapai 37,3 derajat Celsius pada tanggal 10 April 2020 di Karangkates, Malang," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan bahwa sebagian Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, sebagian Jawa Timur dan Riau juga menghadapi kelembapan udara minimum di bawah 60 persen.
Herizal menjelaskan, peningkatan temperatur dan penurunan kelembapan yang belakangan menyebabkan kegerahan pada siang hari terutama terjadi karena langit cerah dengan sedikit awan sehingga pancaran sinar matahari langsung lebih banyak diteruskan ke permukaan bumi.
Berkurangnya tutupan awan, terutama di wilayah Indonesia bagian selatan, pada bulan-bulan ini terjadi karena wilayah tersebut tengah berada pada masa transisi dari musim hujan menuju musim kemarau serta pergerakan semu matahari dari posisi di atas khatulistiwa menuju Belahan Bumi Utara.
Transisi musim ditandai oleh embusan angin timuran dari Benua Australia (monsun Australia), terutama di wilayah bagian selatan Indonesia.
Angin monsun Australia yang bersifat kering dan kurang membawa uap air menghambat pertumbuhan awan. Kombinasi antara kurangnya tutupan awan serta suhu udara yang tinggi dan kelembapan yang cenderung rendah menimbulkan suasana terik.
BMKG sebelumnya memprakirakan bahwa selama bulan Maret hingga April suhu cenderung menghangat di sebagian besar wilayah Indonesia.
Secara klimatologis, bulan April-Mei-Juni tercatat sebagai bulan-bulan dimana suhu maksimum mencapai puncak di Jakarta selain pada Oktober sampai November. Pola tersebut mirip dengan pola suhu maksimum di Surabaya.
Sedangkan di Semarang dan Yogyakarta, suhu maksimum naik secara gradual pada bulan April dan mencapai puncak pada September-Oktober.
Meski peningkatan suhu tersebut tidak dapat dikatakan dipicu secara langsung oleh perubahan iklim, namun analisis perubahan iklim yang dilakukan oleh peneliti BMKG menggunakan data jangka panjang sejak tahun 1866 menunjukkan bahwa tren suhu maksimum di Jakarta telah meningkat signifikan sebesar 2,12 derajat Celsius per 100 tahun.
Data dari 80 lebih stasiun BMKG yang melakukan pengamatan suhu dalam periode 30 tahun terakhir juga menunjukkan hal serupa.
Baca juga:
Suhu panas Jabodetabek akibat pergerakan matahari ke utara
Suhu panas hingga 38 derajat meliputi Indonesia pada akhir 2019
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020