Jakarta, (ANTARA News) - Pengamat politik Bachtiar Effendi mengatakan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) boleh saja membuka "track record" (rekam jejak) pesaingnya dalam memberikan informasi kepada publik.

"Boleh-boleh saja Jusuf Kalla, misalnya, membuka rekam jejak Megawati, atau Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, dengan semangat menginformasikan kepada rakyat tentang apa yang sebenarnya," katanya di Jakarta, Jumat.

Yang tidak boleh dilakukan para kandidat, katanya, adalah memberi informasi yang tidak benar tentang pesaingnya, yang biasa disebut sebagai kampanye hitam atau kampanye negatif.

Ia mengatakan, adalah hal yang biasa dan wajar dalam Pemilu Presiden (pilpres) antarkandidat saling serang, sebab kalau perang kata-kata tidak terjadi, maka pilpres akan menjadi monoton.

"Coba kalau kandidat mengatakan hal yang bagus-bagus saja, seperti akan berbuat baik kepada rakyat, dan semacamnya, maka kampanye akan jadi ajang yang membosankan," katanya.

Situasi akan berbeda, menurut Bachtiar, kalau kandidat saling sindir misalnya tentang "neolib" yang dituduhkan pada kandidat tertentu.

Seperti tuduhan `neolib` kepada Boediono, katanya, telah menjadi isu yang menarik dalam kampanye Pilpres 2009.

"Terhadap tuduhan itu, Boediono bisa membantah bahwa dia bukan seorang `neolib`. Tapi kalau tuduhan itu benar, Boediono bisa mengakuinya," kata Bachtiar.

Setelah itu, kata dia, akan terjadi perdebatan apa yang salah dengan `neolib`, atau argumen bahwa Indonesia akan terpuruk bila tidak melaksanakan praktik `neolib`, atau bahkan sebaliknya, rakyat semakin sengsara apabila praktik "neolib" terus berlangsung.

"Silakan saja adu argumen, lalu biarkan rakyat yang akan menentukan pilihan," katanya seraya mengatakan, kampanye yang menggunakan tema-tema "neolib" menjadi menarik dan segar bagi rakyat.(*)

 
 
 

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009