Singapura,(ANTARA News) - Harga minyak menguat di perdagangan Asia pada Kamis, terangkat oleh lebih besarnya dari perkiraan penurunan cadangan minyak mentah AS, kata para analis.

Kontrak berjangka utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk pengiriman Juli, naik 57 sen menjadi 71,90 dolar AS, merupakan posisi tertinggi dalam delapan bulan, demikian dikutip dari AFP.

Minyak mentah "Brent North Sea" untuk penyerahan Juli, naik 45 sen pada 71,25 dolar AS per barel.

Pemerintah AS Rabu mengatakan, bahwa persediaan minyak mentah Amerika jatuh 4,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 5 Juni, jauh lebih besar daripada ekspektasi pasar turun 700.000 barel.

Harga minyak juga terpicu oleh menurunnya dolar AS karena para investor terdorong oleh harapan ekonomi global akan berbalik naik (rebound), yang membuang greenback dan beralih kepada mata uang yang memberikan imbal hasi, (yield) lebih baik.

Minyak mentah yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih murah untuk para pembeli yang memegang mata uang kuat. Kecenderungan itu menstimulus permintaan dan mendorong harga minyak naik.

Para analis dari National Australia Bank mengatakan, melemahnya dolar AS "memberikan kekuatan daya belu besar bagi para investor asing dan meningkatkan permintaan untuk aset-aset riil, seperti minyak untuk melindungi terhadap inflasi."

"Pertimbangan semua itu, tampak bahwa harga minyak adalah perdagangan saat ini pada sebuah harga sesuai dengan fundamental pasar, memperlihatkan lebih kepada aktivitas dari para investor dengan depresiasi dolar AS dan antisipasi `rebound` yang relatuf cepat dalamn pertumbuan ekonomi global," kata mereka.

Harga minyak telah merosot sejak mencapai puncak lebih dari 147 dolar AS per barel pada Juli, karena krisis ekonomi dan keuangan global telah mengurangi permintaan energi.

Sebelumnya, di New York, harga minyak mentah menembus 71 dolar AS per barel pada Rabu waktu setempat, tertinggi dalam delapan bulan, karena para pedagang mengikuti jejak jatuhnya persediaan minyak mentah Amerika, melemahnya dolar AS dan harapan pemulihan permintaan energi global.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009