Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pengamat politik mengatakan tidak ada masalah figur seorang pengusaha pribumi maju sebagai calon Presiden namun perlu diperkuat sistem dan undang-undang untuk mencegah konflik kepentingan antara bisnis keluarga dan kebijakan Pemerintah.
"Sebagaimana dijamin konstitusi siapapun dia dan darimana asalnya bisa menjadi presiden. Jadi tak masalah figur pengusaha maju sebagai calon presiden hanya yang menjadi masalah bagaimana jika dia terpilih bisa menghindari konflik kepentingan," kata pengamat politik Arbi Sanit kepada ANTARA, di Jakarta, Rabu.
Ia menyarankan siapapun yang menjadi presiden harus menanggalkan semua latar belakang profesi mereka sebelumnya seperti dari kalangan pengusaha siap meninggalkan urusan bisnisnya, kalangan militer harus siap meninggalkan urusan militer, demikian juga dari kalangan kiai, akademisi, atau pimpinan partai politik.
"Jadi tidak boleh lagi berurusan dengan profesinya masa lalu karena seorang presiden sudah mengemban satu tugas untuk negara tidak ada urusan lain," tegasnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, figur dari kalangan pengusaha mempunyai sisi positif dan negatif.
"Sisi positifnya mampu memahami sektor riil dan investasi namun sisi negatifnya bisa memunculkan konflik antara kepentingan bisnis keluarga dan kepentingan negara.
Dalam sejarahnya, pengusaha juga mempunyai peran penting di masa perjuangan, antara lain dengan dibentuknya Sarekat Dagang Islam (SDI) yang bertujuan untuk menghimpun para pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para pedagang asing.
Pada saat itu pedagang-pedagang asing lebih maju usahanya daripada pedagang Indonesia dan keadaan itu sengaja diciptakan oleh Belanda. Perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh dan akhirnya namanya diubah menjadi Sarekat Islam.
Alasan pengubahan nama ini agar organisasi ini tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial.
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi menilai calon presiden (capres) berlatar belakang pengusaha lebih mampu mengatasi persoalan bangsa, khususnya dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut dia, bangsa Indonesia sekarang dihadapkan pada kondisi ekonomi dunia yang sedang sulit, tingkat pengangguran dan angka kemiskinan yang tinggi, masalah UU masih banyak yang tumpang tindih, serta persoalan birokrasi.
Untuk itu, kata Sofyan, Indonesia ke depan memerlukan pemimpin kuat yang bisa mendobrak semua persoalan itu serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dengan cepat.
Soal kekhawatiran bahwa pengusaha yang menjadi presiden akan mengalami konflik kepentingan, Sofyan menilai hal itu tidak beralasan.
"Soal konflik kepentingan tidak bisa dijadikan patokan. Soeharto yang berasal dari kalangan militer saja paling banyak KKN-nya ketika berkuasa," katanya.
Ia menilai Jusuf Kalla yang menjadi Wapres telah mampu meninggalkan kepentingan bisnisnya untuk kepentingan tugas negara.
"Kita lihat saja, apakah selama menjadi wapres, ia menyalahgunakan kewenangannya? Dia terbukti mampu mengatasi konflik kepentingan itu," katanya menegaskan.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009