Bertemu dan mendengarkan kisah para tenaga medis yang bekerja di garis depan saat wabah COVID-19, seperti mendapat batu mutiara
Jakarta (ANTARA) - “Memperjuangkan kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan”. Demikian kalimat yang selalu terulang, ketika masyarakat Indonesia memperingati hari lahir Raden Ajeng (RA) Kartini.
Hari Kartini, erat kaitannya dengan peran kaum perempuan. Peran serta para perempuan telah tercatat banyak di negeri ini. Kiprah mereka bahkan dianggap telah menyamai profesi-profesi yang dilakoni para laki-laki.
Musibah pandemi virus corona (COVID-19) di dunia saat ini, juga memperlihatkan begitu besar peran perempuan. Mereka mengambil bagian untuk semua profesi tanpa terkecuali bidang jurnalistik.
Informasi cepat, aktual, akurat dan berimbang oleh media massa, turut disajikan dari olahan pemikiran para jurnalis perempuan. Mereka bahkan berjibaku di lapangan untuk menyajikan fakta untuk seluruh masyarakat Indonesia.
“Bagian dari perjuangan RA Kartini, perempuan dapat diakui menjadi wartawan tangguh, apalagi di masa pandemi virus corona saat ini,” kata Cindy Permadi, salah seorang reporter Kompas TV di Jakarta, Selasa.
Cindy salah seorang dari puluhan reporter berita televisi di Indonesia. Wajahnya perempuan berusia 25 tahun itu selalu menghiasi layar kaca pemirsa di seluruh Indonesia. Menjadi jurnalis televisi dengan modal fisik saja tidak cukup. Tetapi kecerdasan intelektual, keberanian serta bertanggung jawab juga merupakan poin penting.
“Sifat Kartini yang berani, jadi bekal aku dan para teman seprofesi untuk menuntaskan perjuangan Kartini di masa lalu,” kata lulusan Universitas Padjajaran Bandung tersebut.
Baca juga: Salam Puan serukan #gerakandapurperempuan di Hari Kartini
Menjadi pembawa berita baik di masa pandemi COVID-19 merupakan kebanggaan tersendiri. Namun dia juga terkadang berat hati untuk menyampaikan berbagai berita duka. Tetapi itu resiko profesi yang harus dijalankan.
Tugas dan tantangan yang dihadapi para jurnalis perempuan bagaimana menyampaikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat, tanpa menimbulkan stigma negatif. Apalagi berkaitan dengan wabah virus corona.
Berbagai pengalaman telah menempa dia sebagai jurnalis perempuan. Dengan masa kerja baru empat tahun, Cindy telah mendatangi hampir sebagian besar wilayah Indonesia. Laporan peristiwa skala nasional diantaranya gempa Lombok di Nusa Tenggara Barat, gempa dan tsunami Palu di Sulawesi Tengah.
Pencarian kotak hitam pesawat Lion Air di perairan Tanjung Karawang, banjir bandang di Papua, gempa Banten, kebakaran hutan dan lahan di Riau, hingga observasi anak buah dua kapal di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu selama 13 hari.
Bencana alam, demonstrasi, peristiwa politik hingga hukum menjadi bagian perjalanan Cindy untuk terus belajar mengemban profesi jurnalis perempuan Indonesia.
Kepada semua perempuan milenial di Indonesia, Cindy berharap agar tidak pernah takut untuk melakukan apa pun, hanya karena kodrat sebagai perempuan. Saat ini semakin banyak mereka yang terbuka pemikirannya.
“Kita dinilai karena kemampuan dan jangan takut untuk menunjukkan itu kalau memang kita bisa,” harap Cindy.
Sosok Inspiratif
“RA Kartini merupaka sosok inspiratif bagi seluruh perempuan di Indonesia,” kata reporter televisi perempuan, Dianjar Putri Rakhmalia.
Bekerja di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) sejak 2013, Dianjar memaknai RA Kartini sebagai sosok inspiratif. Di masa pandemi COVID-19, dia terus berjibaku untuk menyampaikan informasi akurat dan aktual kepada masyarakat Indonesia.
Tidak tanggung-tangung, dia menjadi koordinator untuk tiga tim peliputan lokasi observasi COVID-19 di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu. Usai dari itu, dia masih aktif melaporkan perkembangan virus corona dari rumah sakit darurat Wisma Atlet dan Posko Penanggulangan COVID-19 di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Baca juga: Menteri PPPA: Hari Kartini momentum kenang kiprah perjuangan perempuan
“Kartini membangkitkan rasa percaya diri para perempuan untuk bisa menjalankan profesi tanpa batasan gender terlebih menjadi seorang jurnalis,” kata putri pasangan Hari Joko Madukismo dan Hamidah Hamid ini.
Menjadi jurnalis, perempuan dapat membuka wawasan dan berbagi informasi kepada para perempuan lainnya di Indonesia. Sehingga tidak ada lagi perempuan yang tertinggal akan isu-isu kekinian.
“Terkadang, masih ada orang-orang yang menganggap remeh profesi jurnalis perempuan dan melecehkannya saat bekerja di lapangan,” ungkap Dianjar.
Tidak selamanya duka menjadi penghalang untuk maju. Dianjar ditempa berbagai pengalaman liputan dari kejadian bencana, terorisme hingga pandemi COVID-19 saat ini. Liputan-liputan seperti itu biasanya dilakukan kru laki laki, namun dengan kemampuan, kemauan dan kesempatan, jurnalis perempuan juga bisa mengambil bagian.
Dia berharap para perempuan di Indonesia tetap percaya diri, mempunyai keberanian dan mau menunjukkan serta berjuang untuk apa yang diinginkan dan dicita-citakan. Tetapi, apa pun profesi perempuan, mereka tetap sadar akan tugas dan tanggung jawab di rumah, baik sebagai seorang istri, ibu maupun anak.
“Semoga perempuan perempuan saat ini bisa percaya diri, mempunyai keberanian dan mau menunjukkan dan berjuang untuk apa yang diinginkan dan dicita-citakan,” harap Dianjar, penumpang rutin KRL tujuan Bogor-Senayan itu.
Penguasaan ilmu agama
Pewarta perempuan Kantor Berita Indonesia ANTARA Laily Rahmawaty memaknai berbeda soal sosok RA Kartini. Kartini pada zamannya sebagai pendobrak pengekangan terhadap perempuan. Kartini bukan sekadar emansipasi perempuan yang harus setara dengan laki-laki.
“Kartini juga mengajarkan tentang penguasaan ilmu agama bagi perempuan. Tidak hanya cerdas secara keilmuan tapi juga keagamaan,” kata Alumni Universitas Riau tersebut.
Para perempuan harus mampu menjadi dirinya sendiri, menguasai ilmu untuk dirinya dan keluarganya, serta dapat berguna bagi bangsa dan negara. Peran perempuan sangat penting dalam tatanan sosial di masyarakat, dan Kartini hadir sebagai contoh teladan.
Seorang jurnalis seyogyanya dituntut banyak untuk memahami ilmu pengetahuan, tetapi itu saja tidak cukup. Ilmu agama pun harus menjadi landasan penting dalam melaksanakan tugas-tugas kewartawanan.
Di tengah pandemi COVID-19, Laily tetap melaksanakan tanggung jawab profesinya untuk mengabarkan informasi akurat dan berimbang kepada masyarakat. Dengan standar protokol peliputan untuk jurnalis, dia tetap berjibaku di lapangan untuk mendapatkan untuk menuliskan perkembangan berita terkini.
“Bertemu dan mendengarkan kisah para tenaga medis yang bekerja di garis depan saat wabah COVID-19, seperti mendapat batu mutiara,” kenang Laily.
Baca juga: Institut Sarinah: Keuletan "Kartini" jadi modal sosial atasi corona
Sepuluh tahun ditempa di ANTARA, membuat Laily memiliki banyak pengalaman liputan. Beberapa kali dia mendapatkan beasiswa liputan terkait isu-isu lingkungan hingga liputan kemanusiaan saat kecelakaan pesawat Sukhoi di Gunung Salak 2012 lalu.
Di balik itu, ada duka yang harus disimpan. Menjadi jurnalis perempuan di Ibu Kota Jakarta, membuat dia berpisah jauh dengan keluarga. Dia berpesan untuk tidak menyerah dan terus semangat untuk belajar dan memperbaiki diri.
“Mendekatkan diri dengan keluarga dan Tuhan adalah obat mujarab dalam menjalani profesi sebagai jurnalis perempuan,” kata Laily.
Kartini modern dan berprestasi sangat layak disematkan bagi para jurnalis perempuan. Gender tidak membatasi mereka untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik terbaik di masa pandemi COVID-19.
Kepahlawan RA Kartini selalu menjadi inspirasi para perempuan di Indonesia yang diperingati setiap tanggal 21 April. Tanggal itu merupakan hari kelahiran RA Kartini, 21 April 1879 di Jepara.
Kala itu Kartini memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan akses pendidikan. Bukan hanya itu, Kartini memperjuangkan agar kaum perempuan menjadi perempuan cerdas, berprestasi, berdedikasi serta bisa menginspirasi banyak perempuan lainnya.
Selamat Hari Kartini untuk semua perempuan-perempuan di Indonesia, jadilah pribadi yang baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat serta bangsa dan negara.
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020