Apabila tidak ada insentif maka kemampuan PGN memenuhi kewajiban jangka panjang kemungkinan akan terganggu

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan, ada usulan insentif fiskal ke pemerintah atas kebijakan penurunan harga gas menjadi 6 dolar AS per MMBTU.

Namun untuk memberikan insentif akan memakan waktu, sementara kebijakan penurunan harga gas sudah harus berjalan.


"Ada usulan untuk meminta kompensasi atau insentif secara fiscal, nah pertanyaannya apakah cash flow PGN cukup kuat, karena Ini (insentif) butuh waktu untuk pencairan dan penganggaran di APBN pemerintah," kata Eddy, dalam Rapat Dengar Pendapat virtual Komisi VII DPR yang membahas dampak COVID-19, Selasa.

Menurut Eddy, kemampuan keuangan PGN pun harus dipertimbangkan dalam menjalankan kebijakan penurunan harga gas, sebab belum ada kejelasan insentif untuk sektor hilir migas.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, di tengah wabah virus corona baru (COVID-19) yang mengakibatkan perekonomian melambat, penerapan penurunan harga gas membuat Pertamina dan PGN mendapat beban perusahaan semakin berat.

Pemerintah harus membantu kedua perusahaan tersebut untuk meringankan beban dalam situasi yang semakin sulit.

"Karena itu saya kira kita harus dorong ini meskipun dalam kondisi seperti ini," tuturnya.

Direktur Utama PGN, Gigih Prakoso Menjelaskan, penurunan harga gas untuk konsumen industri yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 membuat PGN menombok dalam menjual gas ke konsumen industri.

"Harga gas industri itu sekitar 8,4 dolar As per MMBTU jadi menurunkan ke 6 dolar As ada gap 2,4 dolar As ini dibantu juga ditutup sebagian penurunan harga gas waktu kita membeli dari hulu, gas hulu ditetapkan turun antara 4-4,5 dolar per MMBTU saat ini kami membagi secara avrage sekitar 5,4 dolar per MMBTU sehingga ada penurunan sekitar 1,4 dolar per MMBTU penurunan dari harga jual 2,4 dolar per MMBTU dan dikurangi beli dari hulu. Jadi masih ada gap," paparnya.

Penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2020 tentang tatacara penetapan penggunaan dan harga gas bumi tertentu di bidang industri pun akan berdampak pada sisi pendapatan perusahaan diperkirakan sebesar 21 persen, jika tidak ada insentif dari pemerintah.

Sementara di sisi lain PGN memiliki kewajiban utang jangka panjang sebesar 1,95 miliar dolar As yang jatuh tempo pada 2024. Jika pendapatan terganggu akan membuat PGN tidak mampu memenuhi kewajiban.

"Apabila tidak ada insentif maka kemampuan PGN memenuhi kewajiban jangka panjang kemungkinan akan terganggu," imbuh Direktur Keuangan PGN Arie Nobelta Kaban.

Dalam kesimpulan rapat tersebut, komisi VII DPR mendorong Kementerian ESDM mengkaji ulang dan menunda penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2020 tentag tatacara penetapan penggunaan dan harga gas bumi tertentu di bidang industri karena berpotensi menghambat kinerja BUMN.


Baca juga: PGN terapkan catat meter mandiri selama darurat COVID-19

Baca juga: PGN pastikan pasokan gas ke sektor listrik aman

Baca juga: PGN salurkan bantuan Rp1,3 miliar tangani COVID-19

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020