Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Anwar Nasution mengatakan, sejumlah pengusaha di Indonesia diduga melakukan penggelapan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Restitusi) terutama ekspor.

"Penggelapan restitusi pajak ekspor ini banyak di sini (Indonesia), di mana klaim restitusi ekspor lebih banyak dari nilai yang dicatat. Ini berarti ada sesuatu, dan ini perlu kami periksa," katanya usai penyampaian hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2008 kepada DPR di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, masalah ini akan menjadi perhatian BPK karena penerimaan pajak masih kecil yakni jumlah wajib pajak tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia.

BPK, kata dia, akan mengundang ahli perpajakan dari negara Jerman untuk berbicara dan pengalaman bagaimana terjadi penggelapan pajak di Eropa, setelah adanya pasar bersama di benua tersebut.

"Inilah yang menjadi masalah penting, karena bagaimana kita mau membangun negara, uang tidak ada.Sehingga kita tak bisa lepas dari utang baik dari dalam maupun luar negeri," katanya lalu mengatakan belanja negara didapat dari hasil utang.

"Jadi silahkan saja ada orang anti IMF atau lainnya, dan anti neoliberalisme, tapi itulah faktanya semua didapat dari berutang," ujar Anwar.

Ia mempertanyakan bagaimana pendapatan pajak bisa naik kalau kesadaran masih kurang. Menurut Anwar, semestinya orang kaya membayar pajak, uangnya dimanfaatkan untuk membantu masyarakat kecil dan pembangunan.

Dia prihatin dengan  pengusaha perkebunan dan pertambangan  di Kalimantan dan Sumatera yang berkantor di Singapura.

"Itukan artinya memperkaya negara lain, jadi bagaimana untuk membangun negara kita untuk lebih baik kalau hasilnya dibawa keluar," katanya.

Dia mengatakan, penerimaan negara tahun 2008 mengalami kenaikan 39 di banding sebelumnya semula Rp708 triliun menjadi Rp982 triliun, pendapatan itu diperoleh dari sektor perpajakan Rp168 triliun atau 34 persen, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp105 triliun atau 49 persen.Kemudian penerimaan sumber daya alam (SDA) mencapai Rp91 triliun atau 69 persen.

BPK belum dapat menilai kinerja Ditjen Pajak, apakah kenaikan pajak itu merupakan suatu prestasi yang menonjol dibanding potensinya ataupun dibanding dengan negara lain yang sama dengan Indonesia.

"Karena keterbatasan informasi, kami belum dapat menilai kinerja Ditjen Pajak itu," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009