Palu (ANTARA News) - Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) menyayangkan berulangnya kasus penganiayaan terhadap warga sipil yang dilakukan oleh sejumlah oknum anggota polisi setempat.
Pernyataan tersebut disampaikan perwakilan organisasi itu, setelah menerima laporan pengaduan Muammar Kadafi (20), warga sipil yang tinggal di Jalan Jati, Kecamatan Palu Barat.
"Kami menyayangkan perilaku aparat kepolisian yang belakangan ini sering melakukan penganiayaan terhadap warga sipil," keluh Dedi Askary, Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng kepada wartawan di Palu, Rabu.
Terkait kasus yang menimpa korban Muammar, Komnas HAM setempat menyatakan segera meminta klarifikasi Kapolres Palu dan mengkoordinasikan masalah ini ke Komnas HAM di Jakarta.
Menurut Askary, kasus penganiayaan yang dilakukan oleh sejumlah oknum polisi terhadap Muammar pada Minggu (10/1) dini hari itu sudah melanggar Pasal 4 dan Pasal 18 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Karena itu, kata dia, pihaknya akan meminta Kapolda Sulteng Brigjen Polisi Drs Suparni Parto MM segera menindak semua oknum anggotanya yang terlibat dalam kasus yang merusak citra institusi Polri tersebut.
Berdasarkan keterangan yang peroleh Komnas HAM Sulteng, kasus penganiayaan terhadap Muammar berawal ketika yang bersangkutan bersama beberapa temannya duduk santai di pinggiran jalan seusai menenggak minuman keras.
Entah apa sebabnya, tiba-tiba saja terjadi aksi baku lempar batu antara pelaku dengan beberapa temannya, namun hanya sebatas bermain.
Saat Muammar melempar batu, tak disangka ternyata mengenai mobil patroli milik Polsekta Palu Barat yang sedang melintas.
Muammar yang dalam kondisi mabuk tersebut berusaha melarikan diri, setelah diketahuinya bahwa batu yang dilemparkannya itu mengenai mobil patroli.
Namun sayang, upaya tersebut tidak berhasil. Ia kemudian berhasil ditangkap sepasukan polisi dan digiring ke Mapolresta Palu untuk dimintai keterangan.
"Ironisnya, anak saya yang sudah tertangkap itu justru diperlakukan sewenang-wenang dari oknum polisi sehingga mengkibatkan luka memar di sekujur tubuh karena mendapat pukulan berulang-ulang di luar batas," kata Nasir yang orang tua korban ketika melaporkan peristiwa ini di Komnas HAM Sulteng.
Menurut Nasir, jika memang dalam pemeriksaan anaknya terbukti bersalah, dirinya merelakan untuk ditahan dan diproses sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, bukan justru diadili dengan cara-cara kekerasan.
"Saya berharap polisi ke depan bisa lebih berperan sebagai pengayom, pelayan dan pelindung masyarakat. Bukan justru sebaliknya," tutur Nasir yang guru sebuah SMA di Palu menambahkan.
Sebelumnya, korban Muammar menyatakan saat ditangkap, dirinya dimasukkan ke dalam mobil truk polisi dengan cara diseret.
"Saat itulah tindakan penganiayaan mulai dilakukan, hingga membuat baju saya robek dan berlumuran darah," tuturnya.
Kapolresta Palu, AKBP Andean Bonar Sitinjak SIK MSi yang dikonfirmasi wartawan secara terpisah belum bersedia memberikan keterangan dengan alasan kasus ini sementara dalam proses penyelidikan.
Ia hanya menyatakan: "Kita cek dulu. Kalau benar ada tindakan seperti itu, tentu pelakunya akan diproses sesuai hukum yang berlaku".
Kasus serupa juga terjadi pada 21 Desember 2008, dimana enam oknum polisi dari Polsek Palu Timur terpaksa dilaporkan ke Bidang Propam Polda setempat, menyusul dugaan keterlibatan mereka dalam kasus salah tangkap disertai tindakan penganiayaan dan pengancaman terhadap seorang pedagang pakaian keliling setempat.
Korban pertama ini juga mengalami banyak luka di sekujur tubuhnya, akibat terkena pukulan, tendangan, dan hantaman benda keras, sehingga mengundang keprihatinan berbagai pihak.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009