buruh punya pegangan terhadap hak yang harus mereka terima
Jakarta (ANTARA) - Trade Union Rights Centre (TURC) berharap pemerintah akan membuat regulasi terkait hak mereka di tengah situasi seperti sekarang berkaca dari kondisi yang dialami pekerja dan buruh terutama pekerja perempuan di tengah pandemi COVID-19.
"Teman-teman buruh ingin pemerintah mengevaluasi tentang kebijakan yang ada sehingga di masa sulit buruh punya pegangan terhadap hak yang harus mereka terima," Harwanto, Staf Divisi Sawit TURC yang mendampingi serikat buruh kelapa sawit di Kalimantan Selatan, dalam diskusi via konferensi video di Jakarta, Selasa.
Rantai pemasokan industri sawit memperkerjakan banyak orang. Dengan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada 2018 mencatat terdapat 16 jura orang yang menggantungkan hidupnya dari industri tersebut.
Dari jumlah tersebut, kata Harwanto, sekitar 40 persen adalah buruh perempuan karena merupakan lapis kedua untuk mendukung proses produksi sawit.
Tapi, meski demikian buruh perempuan terkadang tidak memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Dia mengambil contoh bagaimana sebagian besar buruh perempuan di perkebunan sawit berstatus sebagai buruh harian lepas dengan upah dibayar dari hasil target kerja yang dicapai.
Kesulitan karena pandemi COVID-19 tidak hanya terjadi pada buruh perempuan di sektor perkebunan, tapi juga di sektor informal untuk pekerja rumahan yang hanya dibayar berdasarkan produksi.
Sebelum COVID-19, kata Staf Divisi Informal TURC Rina Dede, pekerja rumahan yang mayoritas diisi perempuan itu sudah dalam status rentan karena tidak memiliki hak sebagai pekerja seperti jaminan kesehatan dan dibayar dengan upah yang kurang layak.
Di Indonesia sendiri, kata dia, belum ada regulasi yang mengatur tentang pekerja rumahan dan selama ini mereka dibayar berdasarkan satuan barang yang mereka kerjakan.
Terkait kondisi saat ini, sebagai gambaran Rina mengatakan bagaimana dari 671 pekerja rumahan perempuan yang didampingi oleh TURC terdapat 335 orang sudah tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan.
Ada 151 orang yang masih mendapatkan pekerjaan meski jumlahnya menurun drastis dan sisanya tidak mendapatkan pekerjaan industri rumah tapi mencari penghasilan di bidang lain.
Mengenai kondisi dalam pandemi COVID-19, Rina berharap kondisi ini bisa menjadi pelajaran untuk berbagai pihak termasuk pemerintah untuk segera membuat regulasi untuk pekerja sektor informasi seperti buruh rumahan.
"Saya berharap pemerintah meninjau tentang regulasi bagi perlindungan pekerja rumahan. Karena kondisi sebelum COVID-19 ini pun mereka sudah rentan karena ketiadaan aturan pemerintah yang melindungi mereka," tegas Rina.
Baca juga: Disnakertrans upayakan ribuan buruh di DIY dapat kartu pra kerja
Baca juga: Sebanyak 5.047 buruh di Jabar di-PHK terkait COVID-19
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020