Pemikiran Kartini lembut tetapi kuat mendobrak kesadaranSemarang (ANTARA) - Koordinator Institut Sarinah Eva K. Sundari meyakini sikap ulet dan optimisme Kartini dalam memperjuangkan emansipasi perempuan bisa menjadi modal sosial bangsa ini untuk mengatasi pandemi virus corona.
Eva Sundari melalui pesan WA-nya kepada ANTARA di Semarang, Selasa, menegaskan bahwa Kartini seorang feminis-nasionalis karena pemihakannya terhadap perempuan sebagai bagian dari masalah kebangsaan, yaitu kebodohan dan ketertinggalan.
"Sama seperti Sukarno, dia menuding feodalisme dan penjajahan sebagai problem ketertinggalan bangsa dan perempuan Indonesia," kata politikus PDI Perjuangan yang juga aktivis Gerakan Koperasi.
Institut Sarinah meminta semua pihak untuk bersikap positif sehingga mampu mengolah situasi darurat menjadi peluang-peluang kemajuan Indonesia.
Prediksi bahwa pada tahun 2021 Indonesia akan mengalami lonjakan ekonomi, menurut anggota DPR RI periode 2014—2019 ini, harus jadi mimpi bersama untuk mewujudkannya dengan bekerja keras, cerdas, dan tulus secara gotong royong.
Meski pada masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) banyak penderitaan, kehilangan, dan kerugian, kemudian bumi alami pemulihan, menurut Eva, relasi keluarga perlu dikuatkan, bisnis baru diwujudkan, integrasi teknologi ke dalam pendidikan, bisnis, dan pemerintahan disegerakan, serta ilmu dan gagasan baru dikembangkan.
Institut Sarinah pada Hari Kartini, 21 April 2020, juga melakukan wawancara dengan sejumlah perempuan, seperti Dr. Tantri Baruroh. Politikus dari Malang ini mengatakan bahwa kekuatan spiritual Kartini berupa sikap tawakal kepada Tuhan YME membuatnya pantang menyerah dalam berjuang mengatasi berbagai kesukaran.
Baca juga: Cerita para "engineer" perempuan
Baca juga: Hari Kartini, Sri Mulyani ajak peduli kemanusiaan walau di rumah saja
Sebagai pejuang emansipasi, kata Dhini Mudiani ibu rumah tangga (RT) di Jakarta, modal utama Kartini adalah kehendak kuat dalam diri untuk mengubah keadaan.
"Keberaniannya berjuang tumbuh karena dorongan kuat untuk bekerja mewujudkan mimpi-mimpi yang visioner," kata Dhini.
Sementara itu, Yeni Sucipto (aktivis yang merencanakan ikut Pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Depok di akhir tahun 2020) menyatakan bahwa bunga-bunga yang gugur memunculkan buah-buah dan malam yang gelap dan panjang tergantikan pagi yang cerah.
"Ini cara pandang Kartini yang harus jadi inspirasi kita dalam menghadapi pandemi COVID-19," kata Yeni Sucipto.
Kanti W. Janis, anggota Institut Sarinah yang juga seorang penulis merayakan Hari Kartini ini dengan membuat flyer elektrik berisi dialog dialektik "Sarinah 2020 dengan Kartini".
Flyer bermotif batik galaran kegemaran Kartini ini diisi dengan kutipan-kutipan dua generasi.
"Pemikiran Kartini lembut tetapi kuat mendobrak kesadaran dan mampu menggerakkan perempuan untuk berjuang di setiap zaman," kata Kanti yang akrab dengan teknologi komunikasi.
Dosen Pancasila Agnes Purbasari yang juga penulis buku tentang Pancasila berefleksi, "Orang sibuk menggagas dunia baru pascapandemi yang isinya ternyata terkait dengan lima konsep dari Pancasila."
Agnes berharap para pemikir dan pemimpin Indonesia menegaskan bahwa tata ulang dunia baru yang berkeadilan adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila.
Sarinah Institut, kata Eva K. Sundari, menyimpulkan bahwa pandemi memaksa bangsa ini untuk menerima fakta bahwa jalan terbaik bagi bumi dan manusia adalah selalu terhubung dengan Tuhan.
"Ketiganya harus harmonis sebagaimana dalam Pancasila, ini demi keberlangsungan spesies manusia sendiri," kata Eva.
Sarinah Institut mengajak publik menggali pemikiran-pemikiran Kartini dan mengontekskannya dengan saat ini dengan memasukkan kedua pemikiran ke dalam template yang disediakan.
Template Dialog Sarinah-Kartini 2020, menurut dia, bisa diisi dengan aplikasi Canva, Photogrid, atau PicArt. Selain itu, mengirimkan nama, foto, kutipan Kartini, dan kutipan pribadi ke nomor WA +62 821-4035-4899.
Baca juga: Hari Kartini, Erick Thohir: Terima kasih para perempuan Indonesia
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020