Sebanyak 10 orang Keluarga korban patungan (menggabung-gabungkan uang yang mereka miliki), sehingga terkumpul Rp2 juta, lalu menyewa empat kapal nelayan untuk melakukan pencarian di Perairan Majene, Sulawesi Barat, kata koordinator keluarga korban, Yohannes Manna di Majene, Sulbar, Rabu.
Sewa kapal tersebut Rp400 ribu/kapal dan melakukan penyisiran sejauh 10 mil laut selama lima jam, tetapi tidak menemukan korban, ujar Yohannes.
Sebelum melakukan penyisiran inisiatif keluarga, mereka harus menandatangani pernyataan untuk menanggung segala resiko sendiri, bila terjadi musibah di laut.
Hal itu dilakukan, sebab pihak keluarga nekad melakukan pencarian, sekalipun ombak tidak bersahabat di Perairan Majene dengan ketinggian gelombang 3-5 meter.
"Kami berinisiatif melakukan pencarian, sebab kami tidak bisa berdiam diri memikirkan keluarga kami yang tidak tahu nasibnya bagaimana di tengah laut," ujarnya.
Di Pelabuhan Parepare, Kepala Seksi Kelayakan Kelautan KPLP setempat, Taufik Bulu, menginstruksikan pembatalan seluruh jadwal pelayaran kapal niaga dari Pelabuhan Parepare ke semua tujuan.
Penyebabnya, karena ketinggian gelombang laut mencapai 3-5 meter, sehingga akan membahayakan keselamatan pelayaran.
Tim Pencarian dan penyelamatan (SAR) Gabungan, juga tidak melaut, setelah kapal Polairut 2125 melakukan tiga kali percobaan pencarian ke laut lepas, namun setelah beberapa puluh menit, kemudian kembali ke pelabuhan karena gelombang laut sangat ganas.
KM Teratai Prima tenggelam di Perairan laut Baturoro, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, Minggu dini hari (11/1), sekitar dua mil dari ibukota Kabupaten Majene.
Kapal naas tersebut membawa 250 orang penumpang yang terdaftar dalam manifes dan 16 anak buah kapal dari Pelabuhan Parepare, Sulsel tujuan Samarinda, Kaltim.
Hari ini (14/1) tidak ada temuan korban, sehingga data di Posko tidak berubah yakni temuan korban selamat 35 orang dan dua meninggal.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009