Makassar (ANTARA News) - Pengamat Hukum Telematika meminta pemerintah dan DPR RI mengamandemen Pasal 27 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebab dinilai masih memiliki kekurangan.
"Pengertian dalam ayat tiga, sangat multitafsir. Itu perlu diamandemen," kata Dosen Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Makassar, Ronny, M.Kom, M.Hum di Makassar, Minggu.
Menurutnya, beberapa kejanggalan dalam Ayat 3, yakni pada pencantuman kata "mendistribusikan" atau "mentransmisikan" dan pada kalimat "membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik".
Dia mengatakan, kata mendistribusikan atau mentransmisikan pada Ayat 3 tersebut tidak dijelaskan secara spesifik, sementara dunia Teknologi Informasi (TI) sifatnya sangat teknis, sehingga bisa berujung pada ketidakpastian hukum.
Kerancuan juga terkandung dalam kalimat, membuat dapat diaksesnya. Dengan pengertian seperti itu, maka pihak yang menuliskan suatu ide dasar dan kemudian diubah konteksnya oleh pihak lain sehingga tulisan menyinggung perasaan orang lain, juga akan dikenai pasal mendistribusikan tulisan berisi pencemaran nama baik.
"Ini sangat tidak adil. Bagaimana mungkin tulisan saya di website yang tidak bemaksud apa-apa, di-copy dan diubah pihak lain sekaligus me-link web saya, lalu saya juga dianggap bersalah," kata Ronny yang juga salah seorang saksi ahli judicial review UU ITE tersebut.
Terkait dengan kasus Prita, dia menambahkan, pengenaan Pasal 27 ayat 3 junto Pasal 45 ayat 1 UU ITE sekaligus Pasal 310 dan 311 KUHP pada ibu rumah tangga itu akan menjadi hal yang membingungkan.
Ronny menjelaskan, jika memang Prita terbukti mencemarkan nama baik, maka secara KUHP dia dikenakan pidana ringan yang hukumannya hanya pidana penjara maksimal sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500.
Akan tetapi, lanjutnya, secara UU ITE dia akan dikenakan hukuman tanpa klasifikasi namun sangat berat, yakni pidana penjara maksimal enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
"Yang jadi soal, bagaimana mungkin menjerat dia dengan peraturan bersubstansi pendistribusian sementara substansi pembuktian pencemaran nama baik saja belum," ujarnya.
Menurut analisis saya, surat Prita itu tidak bermaksud mencemarkan nama baik RS Omni. Dia hanya menuliskan pesan pada kalangan terbatas," ujarnya.
Sehingga, kata dia, kalau pun pihak kepolisian dan kejaksaan akan meneruskan kasus itu, sebaiknya benar-benar melakukan pendalaman pada Pasal 310 dan 311 KUHP yang besubstansi pencemaran nama baik dulu.
Dan jika terbukti, baru masuk pada Pasal 27 UU ITE yang bersubstansi upaya pendistribusian materi yang berisi pencemaran nama baik.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009