Jayapura (ANTARA News) - Pers boleh melakukan kampanye negatif melalui siaran maupun tulisannya yang dimuat dalam media cetak maupun elektronik.

Hal itu dikatakan ketua Masyarakat dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pemantau Pemilihan Umum (Mapilu), Hendri Kede, kepada ANTARA di Jayapura, Minggu.

Hendri menjelaskan, kampanye negatif yang dimaksudkan adalah berani menulis dan membuat berita tentang catatan buruk sang figur calon pemimpin, untuk disampaikan kepada masyarakat.

"Hal ini untuk memberikan perbandingan kepada masyarakat umum terhadap kampanye positif sang figur, agar mengetahui secara persis calon pemimpin yang akan dipilihnya," kata Hendri.

Ia mengungkapkan, selama ini masyarakat umum lebih banyak mendengar informasi tentang sisi positif dari calon pemimpinnya melalui iklan dari sang calon pemimpin yang ditonton maupun dibaca di media massa.

"Di sinilah dituntut peranan seorang jurnalis untuk memberikan informasi yang berimbang pada masyarakat," ujarnya.

Hendri menuturkan, pers adalah alat demokrasi sehingga punya tanggung jawab yang besar untuk menyukseskan demokrasi, termasuk di dalamnya memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat pemilih.

"Artinya apa yang ditulis maupun disiarkan tersebut, harus sesuai dengan kenyataan dan disertai bukti yang kuat dan jelas," katanya.

Yang tidak boleh dilakukan oleh pekerja pers, lanjut Hendri, adalah melakukan kampanye hitam, sebab hal itu memang tidak pantas dalam pendewasaan demokrasi.

"Kampanye hitam itu seperti membuat maupun menyiarkan berita yang isinya hanya mengandung fitnah kepada figur calon pemimpin tertentu," paparnya.

Lebih lanjut Hendri mengingatkan kepada semua pekerja pers seluruh Indonesia khususnya di Papua, agar tidak menjadi corong dari salah satu partai politik maupun figur tertentu.

"Kalau hal itu sampai terjadi dapat memperburuk citra pers dimata masyarakat, padahal pers seharusnya bersikap netral," lanjutnya. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009