Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memfinalisasi penyusunan pedoman penuntutan untuk mengurangi disparitas tuntutan pidana, khususnya terhadap pidana badan.
"Dalam tugas dan fungsi penuntutan, KPK saat ini masih dalam finalisasi penyusunan pedoman penuntutan. Dengan adanya pedoman ini, setidaknya akan mengurangi disparitas tuntutan pidana, khususnya terhadap pidana badan," ucap Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Pedoman tuntutan tersebut, kata Ali, dibuat untuk seluruh kategori tindak pidana korupsi sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal yang memuat pemidanaan pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Dengan penekanan pada faktor-faktor yang lebih objektif di dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman," ujar dia.
Baca juga: ICW: Terdakwa korupsi divonis bebas dan lepas pada 2019 meningkat
Baca juga: Penegak hukum masih jarang pergunakan pasal pencucian uang
KPK, kata dia, juga mengharapkan Mahkamah Agung (MA) dapat menerbitkan pedomaan pemidanaan sebagai standar majelis hakim di dalam memutus perkara tindak pidana korupsi.
Selain itu, dia juga menyebut bahwa penanganan perkara oleh KPK saat ini akan memprioritaskan pada case building, antara lain terhadap kasus yang berdampak signifikan pada perekonomian nasional.
"Dengan strategi penanganan perkara gabungan pasal tindak pidana korupsi dan TPPU yang didukung dengan satgas asset tracing sebagai upaya memaksimalkan asset recovery dan pengembalian kerugian negara," tuturnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis terkait dengan tren vonis tindak pidana korupsi selama 2019, salah satunya soal vonis terhadap koruptor.
Merujuk pada Pasal 10 KUHP yang menyebutkan tentang pidana pokok (penjara dan denda), temuan ICW rata-rata vonis penjara untuk koruptor menyentuh angka 2 tahun 7 bulan penjara saja.
Baca juga: KPK bentuk satgas TPPU optimalkan pengembalian kerugian negara
"Untuk denda sebesar Rp116.483.500.000. Temuan terkait vonis terdapat kenaikan dibanding tahun 2018 yang hanya 2 tahun 5 bulan penjara," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (19/4).
Ali pun mengatakan bahwa KPK menghargai hasil catatan dan rekomendasi ICW terkait dengan putusan yang dijatuhkan dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020