Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan memeriksa Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Dondy K Soedirman, pada Senin (8/6) terkait kasus Prita Mulyasari.

Selain itu, bagian pengawasan Kejagung juga akan memeriksa jaksa peneliti perkara tersebut di Kejati Banten, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kajari) Tangerang, Kepala Kejari (Kajari) Tangerang, dan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Tangerang.

"Insya Allah, Senin (8/6) diperiksa," kata Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Hamzah Tadja, di Jakarta, Jumat.

Seperti diketahui, Prita Mulyasari pasien Rumah Sakit (RS) Omni Internasional menjadi terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik di RS tersebut.

Prita Mulyasari ditahan oleh kejaksaan, karena pasal yang disangkakan terhadap dirinya, yakni, Pasal 27 jo Pasal 45 Undang-Undang (UU) Informatika dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman enam tahun penjara.

Padahal dari kepolisian, Prita Mulyasari dikenai Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

Namun dalam dakwaan jaksa, UU ITE tersebut dimasukkan dalam materi dakwaan. Sidang perdana kasus pencemaran nama baik itu sudah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, pada Kamis (4/6).

Prita dikenai pencemaran nama baik setelah mengirimkan keluhan terhadap pelayanan RS tersebut, kepada teman-temannya melalui e-mail , dan itu yang dijadikan dasar gugatan pihak RS Omni Internasional kepada ibu dua anak tersebut.

Jamwas menyatakan tujuan pemeriksaan terhadap para jaksa itu, untuk mengetahui apakah ada unsur kelalaian atau kesengajaan dalam menangani perkara tersebut.

"Atau hal-hal lain itulah yang akan kita telusuri dalam pemeriksaan," katanya.

Saat ditanya apakah ada indikasi suap dalam menangani perkara itu, ia mengatakan sampai sekarang belum ada.

Termasuk pula dengan pihak RS Omni Internasional, kata dia, kalau hasil pemeriksaan menyebutkan RS tersebut, tentunya akan diperiksa juga.

Dia mengatakan, kalau benar jaksa yang menangani perkara itu salah, maka pihaknya tidak akan segan-segan menindak tegas. "Sanksinya yang terberat pemecatan," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009