Ratusan orang mengantarkan jenazah Andaryoko Winsu Prabu yang meninggal dunia Rabu (3/6) malam pukul 21:25 WIB dalam usia 89 tahun ke tempat pemakaman umum berjarak cukup jauh dari rumahnya Jalan Mahesa Raya No.1 Kekancan Mukti Pedurungan Semarang.
Akso Wisnu Prabu Supriyadi, anak ketiga Andaryoko mengatakan, ayahnya meninggal setelah terjatuh di kamar mandi. Kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Ketileng Semarang tetapi di tengah jalan sudah menghembuskan nafas terakhirnya.
Menurut dia sebelum meninggal sebenarnya kondisi ayahnya sehat, bahkan sore harinya sempat menghadiri rapat perkumpulan kesenian Sebokarti di daerah Mrican Semarang Selatan. "Bapak meninggal tidak ada tanda-tanda sakit," katanya.
Dr. Baskara Tulus Wardaya, sejarawan yang menulis buku "Mencari Supriyadi, Kesaksikan Pembantu Utama Bung Karno" yang hadir pada upacara pemakaman tersebut, mengatakan, karier terakhir Andaryoko di militer sebagai Sodanco atau komandan besar pada zaman penjajahan Jepang.
Laki-laki kelahiran 23 Maret 1920 itu adalah anggota tentara pasukan Pembela Tanah Air (PETA).
Menurut dia, tentara Jepang yang bertindak sewenang-wenang akhirnya membuat Supriyadi gundah dan kemudian melakukan pemberontakan bersama tentara PETA tetapi digagalkan oleh Heiho (tentara Jepang). "Perjuangan Supriyadi merasa belum tuntas," katanya.
Ia mengatakan, Supriyadi adalah orang yang sangat penting dalam kapasitasnya sebagai pelaku sejarah 1945. "Entah kita mengetahui atau tidak, dia telah memberikan penuturan kesejarahan yang hebat," katanya.
Ia menambahkan, dari dulu hingga sekarang Supriyadi mempunyai kepribadian yang luar biasa terhadap Indonesia.
Dicontohkan, yang bersangkutan selalu mengajarkan sejarah maupun kebudayaan Indonesia kepada siapa yang saja yang ingin belajar. "Ia selalu menolak bangsa kita diintervensi bangsa lain," katanya.
Menurut dia, sosok Supriyadi pernah dianggap misterius bahkan pernah dikabarkan telah meninggal dunia tetapi sampai kini mayat dan makamnya belum ditemukan.
Dalam buku-buku pelajaran sejarah juga disebutkan bahwa Supriyadi hilang. "Teka-teki itu mulai terkuak setelah saya melakukan penelitian dan wawancara mendalam dengan Pak Supriyadi," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Smoga kedepan tidak ada lagi orang2 yg mengaku2 seperti dia lagi, dan \"history\" tidak lagi dikacaukan oleh \"his-story\"...