Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengisyaratkan siap memberikan insentif terhadap maskapai penerbangan nasional yang bersedia merger atau penggabungan usaha.

"Kalau mereka (maskapai penerbangan) mengharapkan, bisa saja (insentif) kami berikan," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal menjawab pers usai menghadiri Pelantikan Ratusan Perwira Ahli Transportasi di Jakarta, Kamis.

Menurut Jusman, pemerintah menyadari bahwa untuk merger, maskapai harus mengeluarkan investasi yang tidak sedikit, misalnya soal pajak merger.

Untuk itu, Jusman berjanji hal itu bisa saja dibicarakan dengan Menteri Keuangan karena soal pajak ada undang-undangnya tersendiri.

Maskapai-maskapai ini disarankan merger agar mampu menghadapi liberalisasi penerbangan di Asia Tenggara dan keluar dari keterpurukan finansial yang belakangan ini sedang melanda dunia penerbangan.

"Merger dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari semakin banyaknya maskapai penerbangan nasional yang terus rontok," katanya.

Saat ini, Departemen Perhubungan hanya memberikan dua pilihan terhadap maskapai penerbangan bermodal cekak, yaitu pencabutan izin usaha atau mencari investor strategis.

"Safety juga penting," katanya.

Karena itu, Jusman pun kembali mengingatkan agar investor yang berencana mendirikan perusahaan penerbangan baru harus memahami soal besarnya kebutuhan finansial.

Kecukupan modal sangat dibutuhkan untuk mengoperasikan pesawat yang sehat dan terawat dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan.

"Mereka (pengusaha) harus memahami risiko-risiko finansial seperti itu," katanya.

Sebelumnya, Indonesia National Air Carrier Association (INACA) telah mendesak pemerintah untuk memperjelas regulasi tentang merger perusahaan penerbangan.

Menurut Sekjen INACA Tengku Burhanuddin, anjuran pemerintah memang tidak salah karena dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1/2009 tentang Penerbangan, merger memang menjadi pilihan alternatif terbaik.

"Memperjelas regulasi itu untuk memudahkan saja," katanya.

Sesuai UU Penerbangan terbaru, sebuah maskapai berjadwal wajib mengoperasikan sedikitnya sepuluh pesawat dengan rincian lima dimiliki dan sisanya dikuasai.

Tapi, sampai saat ini masih banyak maskapai kesulitan memenuhi aturan tersebut seperti Linus Airways (berjadwal) dan Megantara Air (kargo) yang sudah mengumumkan penghentian sementara operasi penerbangan akibat persoalan permodalan.

Kini, salah satu dari maskapai itu, Linus Airways, disebut-sebut sedang dijajaki maskapai besar seperti PT Garuda Indonesia untuk diakuisi.

(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009