"Penahanan Prita karena keluhannya lewat surat elektronik terhadap pelayanan rumah sakit Omni Internasional akan membuat masyarakat trauma dan jera melakukan kritik," katanya kepada ANTARA di Medan, Kamis.
Selain itu kata Dosen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini, membungkam opini terbuka baik melalui email, facebook, surat pembaca atau berita, sama dengan memberangus kebebasan pers juga melanggar hak asasi manusia.
Farid mengingatkan, aksi membungkam kritik dengan tangan besi dan "meminjam hukum" hanya akan menodai reputasi perusahaan itu sendiri.
"Tindakan seperti ini menggambarkan keserakahan dan kesombongan," katanya.
Belajar dari kasus Prita, dia juga mengingatkan, konsumen agar lebih berhati-hati dan waspada saat memakai atau mengonsumsi produk tertentu.
Dia menyarankan, konsumen agar memilih produk atau perusahaan yang memiliki perilaku lebih bertanggungjawab terhadap konsumennya.
Kasus Prita harus jadi pelajaran bagi masyarakat, sangat mungkin terjadi, begitu menyampaikan keluhan atau "curhat" kepada orang lain atas pelayanan perusahaan, bakal dijerat pidana atau perdata, ucapnya.
Sebaliknya Farid juga mengingatkan, menghilangkan debat bukan cara bijak merebut hati konsumen.
Memperkarakan konsumen sendiri adalah tindakan berlebihan yang tidak akan membuahkan apa-apa, kecuali menjatuhkan reputasi perusahaan itu sendiri.
Sebelumnya Prita Mulyasari (32) ditahan di Lapas Wanita Tangerang, Banten, gara-gara keluhannya atas pelayanan rumah sakit yang dikirimnya ke email milik 10 temannya dan kemudian tersebar di milis.
Dia dijerat pasal pencemaran nama baik dan penghinaan, Pasal 310 dan 311 KUHP. Prita juga dikenai Pasal 27 ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11 Tahun 2008 dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009