Benoa (ANTARA News) - Sedikitnya 600 kapal penangkap ikan berukuran 30 sampai 100 gross tonnage (GT) di Pelabuhan Benoa, Bali, mogok atau tidak beroperasi akibat kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) solar.
Kapal-kapal itu disandarkan berderet hingga ke luar garis dermaga pelabuhan karena dermaga hanya mampu menampung 450 kapal, wartawan ANTARA melaporkan dari Pelabuhan Benoa, Kamis.
Lebih dari 9.000 ABK (anak buah kapal) dan pekerja pelabuhan ikan lainnya terpaksa menganggur karena kapal tidak beroperasi.
Di sepanjang jalan raya di kawasan pelabuhan dan di lorong-lorong dermaga, tampak dipadati ABK yang duduk-duduk sambil bercengkrama.
ABK yang kebanyakan berasal dari luar Bali itu mengaku telah sejak sepekan ini hanya makan dan tidur saja di kawasan dermaga setelah kapal kesulitan bahan bakar.
"Uang makan seadanya, ya..tetap dikasi oleh bos," ujar Achmad Karim, ABK asal Makassar, Sulawesi Selatan, sambil menunjuk para bos mereka yang berkantor di ruang Sekretariat Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI).
Sekjen ATLI Dwi Agus Siswaputra SE yang dihubungi terpisah, membenarkan kalau pihaknya hanya bisa memberi uang makan harian saja kepada para ABK setelah kapal cukup lama tidak bisa beroperasi secara optimal.
"Ya kami hanya bisa memberi uang makan saja. Habis bagaimana, usaha kami macet dan terus merugi," kata Dwi Agus.
Mengenai adanya keluhan ABK yang belakangan ini tidak lagi bisa menafkahi keluarganya di rumah, baik Dwi Agus maupun Ketua ATLI Kasdi Taman tidak menyangkal hal tersebut.
"Itu mungkin ada benarnya. Habis bagaimana, kini kami tidak mampu `full` membayarkan gaji kepada mereka," katanya.
Kasdi mengungkapkan, kelangkaan BBM bersubsidi untuk kebutuhan operasional kapal ikan, sesungguhnya telah berlangsung sejak tiga bulan silam, namun sepekan ini bertambah parah setelah Pertamina tidak lagi memberikan pasok yang memadai>
"Kalau toh ada pasokan, jumlahnya jauh dari kebutuhan 830 kapal nelayan yang selama ini melaut dari Pelabuhan Benoa," katanya.
Dari kapal ikan sebanyak itu, dibutuhkan sedikitnya 750 kiloliter (Kl) solar per hari, namun yang dikirim ke Pelabuhan Benoa tidak lebih dari 200 Kl.
"Itu pun kadang telat dalam berberapa hari, lantas bagaiman kapal bisa beroperasi secara optimal," ujar Kasdi dengan nada geram.
Sehubungan dengan itu, Kasdi berharap Pertamina dapat memasok kebutuhan solar bersubsidi sebagaimana yang dibutuhkan ratusan kapal yang tergabung dalam ATLI, sebelum segalanya menjadi lebih parah. (*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009