Dari hasil nekropsi dilakukan secara makroskopis atau tanpa mikroskop, kematian gajah diduga karena toksin atau racun
Banda Aceh (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan gajah mati yang ditemukan di Aceh Timur beberapa waktu lalu diduga karena racun jenis insektisida.
"Dari hasil nekropsi dilakukan secara makroskopis atau tanpa mikroskop, kematian gajah diduga karena toksin atau racun," kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Sabtu.
Sebelum, seekor gajah ditemukan menjadi bangkai di kawasan Ranto Peureulak, Aceh Timur. Bangkai satwa dilindungi tersebut ditemukan dalam keadaan utuh.
Baca juga: Gajah sumatra ditemukan jadi bangkai di Aceh Timur
Agus mengatakan tim BKSDA Aceh bersama pihak terkait lainnya sudah melakukan nekropsi atau otopsi bangkai gajah yang ditemukan di sekitar perkebunan sawit do Dusun Blang Gading, Gampong Seumanah Jaya.
Hasil olah tempat kejadian perkara yang dilakukan kepolisian, kata Agus, ditemukan ada cairan merah dan bubuk terbungkus plastik yang tergantung di pohon.
"Di bawah gantungan plastik tersebut ditemukan kotak plastik berisi bubuk hitam diduga insektisida yang umum digunakan di bidang pertanian," ungkap Agus Arianto.
Sementara, hasil nekropsi ditemukannya perubahan warna isi lambung dan saluran pencernaan seperti kasus keracunan pada umumnya. Sedangkan secara fisik, tidak ditemukan kekerasan di tubuh gajah.
"Gajah mati tersebut berjenis kelamin betina, umur diperkirakan delapan hingga 10 tahun dengan berat badan sekitar satu ton. Gajah tersebut diperkirakan mati delapan hingga 10 hari lalu," tutur Agus Arianto.
Baca juga: Chicco Jerikho ikut London Marathon demi gajah
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto menegaskan gajah sumatra merupakan satwa liar yang dilindungi. Berdasarkan data organisasi konservasi alam dunia, IUCN, gajah sumatra hanya ditemukan di Pulau Sumatera. Satwa tersebut masuk spesies terancam kritis dan berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
Oleh karena itu, BKSDA Aceh mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitatnya.
"Kerusakan habitat gajah dapat menimbulkan konflik dengan manusia. Konflik ini bisa menimbulkan kerugian ekonomi dan korban jiwa bagi manusia maupun keberlangsungan hidup satwa dilindungi tersebut," ujar Agus Arianto.
Baca juga: Gajah Sumatra Terancam Punah
Baca juga: WCS : gajah di TNWK tersisa 247 ekor
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020