Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nasaruddin Umar, mengatakan, kasus "Istri ceraikan suami" menjadi trend baru di negara berkembang termasuk di Indonesia, sehingga mengancam martabat keluarga sakinah di masa mendatang.
Selama tahun 2005 tingkat pencerian di Indonesia terjdi sekitar 105 pasangan , namun pada tahun berikutnya melonjak tajam menjadi 502 pasangan, katanya ketika menghadiri Seminar urgensi pembangunan bangsa berbasis keluarga dan peluncuran buku"Fikih Keluarga" di gedung PB NU Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, dari 502 pasangan yeng bercerai itu sebagian besar di dominasi oleh istri menceraikan suami, sebelumnya suami menceraikan istri hanya tiga per empat persen, namun sekarang istri menceraikan suami mencapai lima persen.
Faktor utama istri menceraikan suami itu antara lain suami di penjara, peselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga(KDRT) dan kurang bertanggung jawab suami.
Gejolak ini timbul antara lain rendahnya tingkat ekonomi keluarga, minimnya pembinaan agama dalam rumah tangga dan dampak makin membengkaknya pertumbuhan penduduk dewasa ini.
Secara umum tingkat penceraian keluarga pada awal reformasi jumlahnya antara empat sampai lima ribu pasangan, sekarang naik menjadi 200 ribu pasangan per tahun.
Akibatnya timbul orang miskin baru, terutama pada pasangan usia muda, sementara tingkat kelahiran anak sekarang rata-rata sudah mencapai dua juta orang per tahun.
Lebih lanjut Nasarudin mengatakan, bila tingkat pertumbuhan penduduk terkendali otomatis ekonomi keluarga akan stabil, karena dana anggaran negara tidak terlalu besar diserap oleh kebutuhan keluarga yang makin tinggi sekarang ini.
Untuk itu pemerintah perlu memprioritaskan penaggulangan pertumbuhan penduduk yang semakin mencemaskan sekarang ini.
Bila masih ada pemahaman singkat masyarakat Muslim terhadap pertumbuhan penduduk yaitu dengan semboyan"Banyak anak menambah rezeki" itu sangat keliru dan perlu dihapuskan, tambahnya.
Kepala BKKBN Sugiri Syarief mengatakan, meningkatnya usia harapan hidup saat ini tidak diikuti dengan menurunnya angka kelahiran, sehingga jumlah penduduk meningkat pesat dapat mengancam ledakan kelahiran bayi secara besar-besaran.
Padahal upaya menurunkan angka kelahiran masih merupakan agenda penting dan strategis, apalagi ditengah keterbatasan sumber daya alam sekarang ini.
Pengendalian jumlah penduduk pada tingkat mengkhawatirkan sekaran ini, diperlukan perhatian serius dari pemerintah yaitu dengan membentuk sebuah lembaga khusus menangani masalah kependudukan tersebut, katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009