Jakarta, (ANTARA News) - Pakan ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Revrison Baswir mengatakan para ekonom yang mendukung pasangan capres Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono memiliki kadar neoliberal yang tinggi.

"Kalau di lingkungan SBY- Boediono sudah jelas saya kira. Ekonom-ekonom yang berkumpul di sana kadar neoliberalnya tinggi, pemikir-pemikirnya cenderung neolib," kata pakar ekonom dari UGM dan peneliti kebijakan publik, Revrison Baswir ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut Revrison menjelaskan untuk tim ekonomi pasangan capres lainnya JK-Wiranto dan Mega-Pro mempunyai kesempatan untuk berpikir berdasarkan konstitusi termasuk dalam merespon krisis yang terjadi saat ini.

Revrison juga menjelaskan bahwa neolib tidak ada hubungannya dengan kesederhanaan dalam sikap seperti yang dilontarkan cawapres Boediono ketika membantah sebagai penganut faham neolib.

Menurut Revrison seorang penganut faham neolib bisa sangat sederhana dalam penampilan.

"Saya khawatir, jangan-jangan kalau kita bertemu Martin Friedman, bapaknya neolib di Chicago, itu jangan-jangan justru lebih sederhana lagi," kata Revrison.

Karena itu Revrison mengingatkan agar soal kesederhanaan sikap seseorang jangan dijadikan ukuran untuk membedakan seseorang neolib atau bukan.

"Yang namanya ilmuwan, bawaannya sederhana. Masa Martin Friedman pesta pora, kan gak," kata Revrison.

Sementara menurut ekonom UGM, Sri Adiningsih mengatakan neolib itu ada plus minusnya.

"Dalam artian, apakah kita tidak perlu menjalin ekonomi dengan negara lain. Itu kan perlu," katanya. Namun, ia menegaskan intinya bagaimana bisa menjalin kerjasama ekonomi yang menguntungkan rakyat Indonesia.

Untuk itu, ia mengingatkan bahwa siapapun yang jadi presiden, tim ekonominya harus kuat.

"Saya khawatir kalau tim ekonominya banyak yang dipolitisasi kebijakannya maka nanti kita terjebak pada kepentingan jangka pendek, masalah-masalah struktural bangsa diabaikan," katanya.

Menurut dia, pengalaman krisis ada banyak hal yang dipelajari, salah satunya jangan menggantungkan utang ke luar negeri.

"Kita harus banyak membangun ekonomi domestik. Ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi kita," kata Sri Adiningsih.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009